Saturday, May 30, 2015

Semua Sudah Disediakan



Sumbawa – Sabtu, pagi hari

“Tuttt… tuttt…”

Suara dari ponsel itu membuyarkan lamunanku. Kuhentikan kegiatan yang sedang kulakukan dan dengan segera kuraih ponsel itu. Ada apa mereka menelepon dipagi hari seperti ini, batinku. Namun tetap kuangkat panggilan itu, dan terdengar suara dari seberang sana,


“Halo, bu Dokter?” Sahut suara itu.

“Oh, ada apa?”

“Saya hanya ingin memberitahukan, bahwa kami mengadakan anggaran sebesar lima ratus ribu rupiah, untuk sebuah lemari. Uangnya akan saya transfer, dan bu Dokter dapat meminta tambahan anggaran apabila diperlukan. Setelah membeli, tolong perlihatkan bukti pembelian lemari tersebut.”

Dan, aku mengernyitkan dahi. Lemari? Sepengetahuanku, aku tidak membutuhkan lemari dan tidak memesan sebuah lemari. Kuberitahukan bahwa aku tidak membutuhkan lemari, namun mereka bersikeras. Akhirnya kuterima permintaan mereka dengan sedikit keengganan.

“Oke, tolong ya bu Dokter, terima kasih atas perhatiannya.”

Dan pembicaraan itu pun berakhir dengan sejuta pertanyaan yang timbul didalam pikiranku. Aku memang tidak membutuhkan lemari, sebab sudah banyak lemari yang ada di rumahku. Rumah sakit pun tidak meminta penyediaan sebuah lemari, lalu mengapa tanpa sebab mereka menawari sebuah lemari?

Tak ingin pekerjaanku telantar karena hal yang belum bisa terjawab tersebut, akhirnya kulanjutkan pekerjaanku yang sempat tertunda tadi, sambil sesekali memikirkan alasan yang kira-kira masuk akal. Namun sampai aku pulang pun, aku tetap tak menemukan alasannya.

Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam ketika aku menekan nomor saudara perempuanku di ponsel. Yah, memang sudah menjadi kebiasaanku meneleponnya untuk menceritakan apa yang terjadi selama beberapa hari ini, menceritakan apa saja yang kulakukan dan meminta pendapatnya dalam berbagai hal. Kutunggu hingga terdengar suara dari seberang sana,

“Halo?”

Tak lama kemudian aku sudah larut dengan pembicaraan berbagai topik dengannya. Waktu tak terasa sudah menunjukkan pukul sebelas malam ketika kulirik jam di meja belajarku. Berbagai hal sudah kuceritakan padanya. Tentang pekerjaanku disini, tentang seluk beluk kejadian, dan lain-lain. Spontan, aku teringat tentang kedua anaknya yang ada disana, yang tentunya merupakan keponakanku. Aku pun bertanya kepadanya,

Ce, bagaimana kabar dua anak itu?” Sahutku.

“Ya, baik-baik saja. Belum ada yang tidur, sih, mereka masih nonton… Eh, ada apa, Ko?

Keheranan, aku mencoba mendengar suaranya yang sayup-sayup di seberang sana. Tidak jelas apa yang mereka bicarakan, aku tak bisa mendengarnya. Akhirnya ketika saudaraku kembali, aku bertanya apa yang tadi ia bicarakan.

“Ah, tidak, tadi Koko ada bilang ……..”

Dan, disaat itu juga aku terdiam mendengar jawabannya. Perlahan, didalam hati, aku tersenyum…

Surabaya – Sabtu, malam hari

Cuaca sangat panas malam ini, keluhku. Sambil mengipas-ngipas, aku naik hendak menuju ke kamar. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam ketika aku naik. Sesampainya diatas, aku sudah akan menuju ke kamar ketika sekilas kulihat koleksi buku yang ada di depanku.

Berantakan sekali, batinku. Karena aku merasa tidak tenang bila tidak membereskan bukuku, aku tidak jadi menuju ke kamar dan malah duduk didepan meja belajarku untuk mengatur ulang buku-buku disana. Perlu kalian ketahui bahwa aku memang senang membaca, dan buku-buku ini merupakan koleksiku sejak kecil. Aku sangat beruntung karena tanteku memiliki hobi yang sama denganku, jadi ketika ia berkunjung kesini, kami dapat pergi ke toko buku bersama dan membeli setumpuk buku. Ah, coba ia ada disini, ya…

Kutatap lemari meja belajarku didepanku, sambil sedikit mengernyitkan dahi. Masih ada setumpuk novel disampingku yang menunggu untuk diletakkan, namun sudah tak ada tempat di lemariku. Mengapa setelah diatur jadi tidak cukup ya, batinku. Akhirnya karena tidak ada tempat lagi, kujejelkan setumpuk buku itu disela-sela yang memungkinkan tanpa merusak buku itu.

Sambil menghela napas karena akhirnya pekerjaan itu selesai, aku segera bangkit dan menuju ke kamar ibuku. Kulihat ia sedang menelepon seseorang, kutebak itu adalah tanteku yang kuceritakan tadi. Tanpa mengindahkan bahwa ia sedang menelepon, kuutarakan keinginanku padanya.

“Ma, sepertinya aku butuh sesuatu, deh” sahutku.

“Butuh apa, Ko?”

“Sepertinya aku butuh lemari, udah nggak cukup buat meletakkan buku”

Dia hanya tersenyum, mungkin karena memang konsentrasinya tidak ada padaku. Kudengar ia menceritakan keinginanku pada tanteku, dan disaat itu kulihat ia melongo keheranan.

“Hah, yang benar?” sahutnya menyiratkan rasa tidak percaya.

Disaat itulah, ibuku kembali memandangku dengan senyum terukir diwajahnya.

“Lemarimu sudah ada, Ko. Lihat, tantemu tadi ditawari lemari.”

. . . .

Suatu kebetulan?

Bisakah kalian membayangkan, bahwa lemari yang ditawarkan kepada wanita tersebut dipagi hari, ternyata merupakan jawaban dari keinginan keponakannya yang baru diutarakan pada malam hari?

Tidakkah kalian berpikir, mengapa waktunya sangat tepat? Mengapa tiba-tiba anak itu berkehendak mengatur lemarinya, sehingga muncul suatu keinginan memiliki lemari baru? Mengapa bisa anak itu mengutarakan keinginannya ketika ibunya sedang menelepon dengan tantenya? Mengapa, mengapa, mengapa?

Mungkin begitu banyak hal yang kalian pikirkan ketika mendengar cerita tersebut. Mungkin banyak yang berpendapat bahwa itu suatu kebetulan yang sangat tepat, namun kembali lagi aku belajar disini bahwa tidak ada yang kebetulan. Hanya ada satu jawaban dari semua pertanyaan itu, bahwa itu semua adalah rencana dan mujizat Tuhan.

So, satu hal yang akan kubagikan pada saat ini adalah, Tuhan sudah mengetahui setiap keinginanmu, setiap kerinduanmu, bahkan sebelum hal itu muncul dalam lubuk hatimu. Ia sudah menyediakan semua keinginan dan kerinduanmu, asalkan dirimu mau percaya dan berharap kepada-Nya. Seperti anak diatas, Tuhan sudah menyediakan uang yang dibutuhkan untuk membeli lemari pada pagi hari, ketika justru keinginannya baru timbul dimalam hari. Ketika doamu mungkin belum terkabul, teruslah berharap dan percaya, sebab Tuhan sudah menyediakannya untukmu, tinggal apakah kamu terus setia meminta didalam-Nya (:

No comments:

Post a Comment