Monday, December 25, 2017

#ImaginaryReality : PROLOG



Sesuai peraturan tak tertulis yang menyatakan harus memikirkan sesuatu yang baru di penghujung tahun, demikian aku pun mencoba melakukannya. Bukan demi mendapat atensi, namun lebih kepada refleksi.”


. . .

Tak terasa, perjalanan 2017 sudah hampir berakhir. Begitu banyak lika-liku yang sudah  dialami sepanjang tahun. Terik kebahagiaan, hujan kesedihan, bahkan tak pelak awan kejenuhan datang mewarnai perjalanan 2017 ini. Tak apa, memang begitulah adanya. Tanpa adanya terik dan hujan, bukankah tunas tak akan bermunculan, dan bunga tak akan bermekaran?

Setelah sekian lama jiwa Pujangga ini tertidur dan digantikan oleh peran lainnya (Mahasiswa lah, Anggota Divisi Acara lah, Anggota Legislatif Fakultas lah, peran apapun yang bisa kalian temukan dan sebutkan dalam kehidupanku sehari-hari), sepertinya sudah saatnya dia bangun dan meregangkan otot-ototnya. Setelah sekian lama peran lainnya mengambil alih kendali dalam berpikir dan merasa, sudah saatnya Pujangga ini ambil alih dalam renung dan refleksi. Bukan apa, Chamber of Imagination ini sepertinya sudah lama berdebu karena tak disapu #ehe.

Sesuai peraturan tak tertulis yang menyatakan harus memikirkan sesuatu yang baru di penghujung tahun, demikian aku pun mencoba melakukannya. Bukan demi mendapat atensi, namun lebih kepada refleksi. Karena sejatinya, Chamber of Imagination hadir sebagai muara bagi aliran pikiran yang terbendung dalam kepala ini, sekaligus menjadi refleksi pribadi akan segala hal yang telah terjadi. Berangkat dari situlah, satu hari tercetus ide untuk membuat suatu seri cerita. Seri yang merangkum perspektifku terhadap realita yang selama ini aku hadapi. Seri yang kuberi konsep dengan judul,

IMAGINARY REALITY
im·ag·i·nar·y
/iˈmajəˌnerē/
adjective; existing only in the imagination.

re·al·i·ty
ˈalədē/
noun; the world or the state of things as they actually exist, as opposed to an idealistic or notional idea of them.

Apa ini adalah sebuah cerita bersambung? Bukan. Karena Imaginary Reality kucetuskan untuk mendasari pemikiranku atas apa yang aku alami. Atas apa yang aku lihat, dengar, dan rasakan. Mungkin lebih baik kujelaskan lewat perumpamaan. Begitu banyak perumpamaan yang lazim digunakan, tapi izinkan aku menggunakan perumpamaan anak kecil di taman bermain untuk mewakili konsep ini. Seperti anak kecil yang bermain di sebuah taman bernama realita, biarkanlah tulisanku ke depannya bisa membawamu ke sudut-sudut realita yang tak terduga. Entah membawamu dalam realita yang saking ajaibnya jadi terasa imajiner, atau justru malah membuatmu melayang dalam imajinasi berbungkus realita. Entah membuatmu mengangguk-angguk karena telah menjelajah sudut perspektif itu sebelumnya, atau justru malah membuatmu mengernyitkan dahi karena itu sudut taman yang asing bagimu. Apapun itu, jangan biarkan penjelasanku mengekang kebebasan yang ada dalam pikiranmu. Karena dari sinilah, aku berharap bisa membukakan ruang imajiner dalam realita yang terbatas.

Kemanapun anak kecil ini pergi menjelajah melalui deretan kata, biarlah seri Imaginary Reality ini bisa menjadi refleksi. Cermin buatku, cermin bagimu, dan cerminan realita melalui perspektif seorang (yang ngaku-ngaku) Pujangga.

Selamat menyongsong lika-liku 2018
Selamat berpetualang di taman Realita
Selamat menikmati.

Salam,

Dari seorang (yang ngaku-ngaku) Pujangga.
(Namanya juga berimajinasi ya, kan)

No comments:

Post a Comment