Tuesday, August 2, 2016

Kisah si Panitia WGG LK


Menurutku, pengalaman adalah guru terbaik. Tanpanya, kita hanyalah manusia yang statis dan teoritis, tak mampu untuk berpikir secara praktis. Satu pertanyaan, bagaimana bisa ditengah dunia yang begitu dinamis?

Hai, semua! Setelah (lagi-lagi) tidak menulis untuk sekian lama, kali ini aku akan menceritakan salah satu pengalamanku yang luar biasa! Jadi, aku tergabung dalam Divisi Acara kepanitiaan WGG Luar Kota (LK) Manajemen Kepariwisataan 2016. WGG LK Manajemen Kepariwisataan ini berlangsung selama tiga hari, dari tanggal 26 Juli 2016 hingga 28 Juli 2016 di Mojopahit Agro Lestari (MAL), Pacet. Wuah, kebayang kan, betapa sibuknya kami mempersiapkan acara untuk tiga hari? Nah, daripada berlama-lama, yuk langsung saja!


Day 1 – 26 Juli 2016

Langit masih gelap ketika aku sampai di kampus. Betapa tidak, kami para panitia diwajibkan berkumpul pukul 04.00 pagi. Kalau sampai terlambat, bakal ada denda untuk setiap menit keterlambatannya. Jadi jangan salah, panitia juga tidak kalah takutnya sama mahasiswa baru soal keterlambatan. Kalau mahasiswa baru takut direkap, kalau panitia takut dompet kering karena terlambat (maklum jatah bulanan pas-pasan gitu, lho). Sejauh ini, sih, rekor paling tinggi masih dipegang oleh juara bertahan Mahasiswa Pariwisata Paling Sering Terlambat, dengan total denda 38.000 Rupiah. Siapa itu? Eit, rahasia dong. Yang pasti itu sudah menjadi rahasia umum huahahaha…

Satu persatu dari kami mulai datang, dan tepat pada pukul 04.30, kami berkumpul untuk memulai briefing. Ohya, kalian semua sudah kenal belum dengan panitia WGG LK kali ini? Kalau belum, monggo kenalan dulu. Siapa tahu, jodoh #lho

WGG LK kali ini diketuai oleh Febryan Dwi, dengan tema andalannya H.O.M.E (Hope, Opportunity, Maturity, Emphaty). Febry dibantu dengan dua orang kepercayaannya, yaitu Isaura Kelly sebagai Bendahara dan Olivia Yap sebagai Sekretaris. Setelah itu, kita mulai masuk pada divisi paling rempong alias Divisi Acara, dikoordinatori oleh Debby Devina dengan kedua anaknya Marchel dan Romie. Ada juga divisi paling galak sepanjang masa alias Divisi Keamanan, dikoordinatori oleh Putri Intan (yang sebenarnya nggak galak sama sekali) dengan Jeal (mukanya aja yang garang). Dilain sisi, ada juga divisi paling peduli dengan mahasiswa bak malaikat yaitu Divisi Kesehatan dan Konsumsi, dengan kedua malaikatnya Felice Livia dan Olivia Naftali. Selain itu, ada divisi kedua yang paling rempong apalagi kalau berhubungan dengan pre-test dan post-test, yaitu Divisi Sekretariat dengan koordinatornya Cloudiah Wijaya dan anaknya Cliffern ‘Stitch’ Anastasya. Sebentar, ambil nafas dulu… *hhhhh*

Nah, ada juga divisi paling perkasa, siap memenuhi segala kebutuhanmu yang membeludak, Divisi Perlengkapan dengan Andy sebagai koordinator dan Lanny anaknya. Lalu, divisi yang kerjaannya selalu nenteng-nenteng kamera kemana-mana, siap membidik setiap momen berharga *ciee*, Divisi Pubdekdok, dengan koordinatornya Joshua ‘Parce’ Dilbert, dan kedua anaknya Nicholas ‘Killer’ Bram dan Jeremy ‘Titi’ Ivan.  Dan terakhir, divisi yang paling nggak terkenal tapi berusaha untuk terkenal, yakni Divisi Surabaya-Pacet-Repeat, alias Divisi Transakom ‘Akom’, dengan koordinatornya Vincentius ‘PP’ Wu, dan kedua anaknya Kevin Tjipta dan Michael Keane. Eit, belum selesai. Selain panitia yang disebutkan diatas, masih ada tiga orang yang belum disebutkan, yang wibawanya sungguh terasa, apalagi kalau lagi rapat evaluasi. Mari kuperkenalkan, Steering Committee WGG LK 2016, Adine Benedicta, Leni Christalbella, dan Stacia Marsheilla! *lempar confetti* Yap, ketiga orang ini tugasnya memantau kelangsungan acara selama tiga hari, sekaligus memberikan kami masukan ketika rapat evaluasi. Nah, gimana, teman-teman? Bagi yang berminat untuk kenalan, silahkan kepo-kepo di Instagram, kami menunggumu *halah*

Okay, back to the topic. Terlihat beberapa mahasiswa baru sudah mulai berdatangan ketika kami selesai briefing. Kami langsung mengambil posisi masing-masing, beberapa berjaga untuk memulai inspeksi barang bawaan, beberapa siaga untuk mempersiapkan ruangan yang akan digunakan untuk kebaktian. Semuanya berjalan dengan lancar, ketika,

Waduh, ruangannya, kok belum terbuka, ya?”

Andy terlihat gelisah sambil terus berkeliling. Matanya terlihat mencari-cari seseorang. Ternyata, terjadi kesalahpahaman tentang waktu pembukaan ruang. Ruang yang sebelumnya direncanakan besar kemungkinan tak akan bisa terbuka sesuai dengan rundown yang sudah ditetapkan. Akhirnya, tanpa berlama-lama, Andy langsung mencari ruangan baru sehingga para mahasiswa baru tak perlu duduk di selasar terbuka. Detik-detik berlalu dengan ketegangan, menit-menit penuh dengan peluh keringat, dan,

Yes! Setelah berpacu dengan waktu yang sangat sempit, akhirnya kami semua pun menemukan ruangan baru. Acara pun berjalan lagi sesuai dengan rencana. Dan betapa aku menyadari, bahwa dibalik kebosanan yang (mungkin) dialami mahasiswa baru ketika acara ‘terlihat’ molor, ada mereka yang berpacu dengan waktu untuk menyelesaikan masalah yang timbul. Bagaimana perjuangan untuk menyelesaikan masalah tersebut, hanya bisa dirasakan ketika kita terjun sendiri mengalaminya. Memang, pengalaman adalah guru terbaik. #likalikuPanitia

Setelah kebaktian pembuka yang dibawakan oleh pak Yudi, dan setelah menunggu kepastian bus yang memang agak lama, akhirnya kami semua berangkat! Tak banyak cerita yang bisa kusampaikan ketika perjalanan ini, karena satu-satunya alasan, aku tidur. HAHAHAHA maklum kak, tidurnya cuman sebentar kemarin malam *derita anak acara*

. . .

Dan sampailah kami di MAL! Cuaca cukup cerah dengan udara yang sepoi-sepoi. Serasa menjejak kembali ke masa lalu ketika aku datang sebagai peserta disini. Ketika dibayangkan, sungguh tak terasa setahun sudah berlalu tanpa disadari. Waktu berjalan begitu cepatnya, seakan seperti mimpi. Kembali aku menyadari, bahwa yang terpenting bukanlah masa lalu maupun kedepannya, namun masa kini. Tak ada gunanya menyesali masa lalu, yang penting adalah memaknai masa kini sehingga tak perlu ada penyesalan ketika hal itu sudah menjadi masa lalu. Tak perlu terlalu terpaku pada masa depan, karena kita bisa kehilangan esensi masa kini yang sedang kita jalani. Kalau bukan kita yang memaknai, siapa lagi?

Okay, back to the topic. Untuk meregangkan sendi-sendi yang kaku selama perjalanan, dan untuk mencairkan suasana yang dingin diantara kami, akhirnya kami pun mengadakan ice breaking! Sudah menjadi tradisi bahwa ice breaking pertama di MAL adalah ‘tak kenal maka tak sayang’. Peserta dibuat melingkar, dan peserta yang ditunjuk harus menyebutkan nama dan hobinya disertai gerakan. Orang kedua, harus mengatakan ‘hai’ sambil mengulangi apa yang dikatakan orang pertama, dan setelah itu mengenalkan dirinya. Demikian seterusnya. Seperti ini, nih,

“Hai, namaku Jeri, hobiku makan.” *sambil menirukan gerakan makan*
“Hai, Jeri yang hobinya makan *tirukan gerakan makan*, namaku Joshie, hobiku tidur *sambil menirukan gerakan tidur*,”

Nah, kebayang, kan betapa banyak orang yang harus disebutkan kalau sudah banyak yang mengenalkan diri masing-masing? Bahkan, ada yang totalitas, lho! Salah satu yang kuingat adalah seorang mahasiswa baru yang bernama Jonathan, panggilannya Bejo. “Hai, namaku Jonathan, hobiku nge-dance.” Dan dia benar-benar mempraktekkan dance! Not a mainstream one, but a breakdance, literally breakdance, WOW! Kalian harus melihat sendiri gayanya. Nggak bisa melihatnya? Kasihan sekali…

Acara dilanjutkan dengan rangkaian tiga sesi yang dibawakan oleh Ma’am Devi. Sejujurnya materinya sama seperti ketika aku menjadi peserta tahun lalu, namun entah mengapa Ma’am Devi membawakannya dengan lebih enak, lebih banyak terapannya sehingga materinya lebih masuk. Tapi tentu saja aku tidak akan menceritakan materinya disini, memangnya kalian mau dengar materi?

Akhir dari sesi ketiga, terlihat beberapa panitia sibuk memindahkan bahan makanan dari dus-dus ke meja-meja disekeliling pendopo tempat kami berkumpul. Mau ada apa, ya? Yap, sebentar lagi akan ada Pasar! Perlu kalian ketahui, mahasiswa baru yang sudah terbagi dalam kelompok-kelompok kecil diwajibkan memasak satu makanan, dan mereka wajib membawa setiap peralatan dan bahan makanan yang dibutuhkan. Kalau kalian penasaran, ini, nih daftar nama kelompok dan bahan makanan yang harus mereka bawa.

Optimist Prime – Sop Wortel Sosis
Joizze – Koloke
Ratcheer – Mie Ulang Tahun
Friendzy – Pangsit Goreng
Barricare – Fu Yung Hai
Dynomic – Dadar Jagung
Luckdown – Perkedel Kentang
Leadfoot – Oseng Buncis Ayam
Humble Bee – Jamur Crispy dan Onion Ring
Jetfighter – Oseng Tempe

Tentu saja kami para panitia tidak mau peserta hanya masak begitu-begitu saja. Tidak ada tantangannya. Semua terasa hambar kalau tanpa tantangan, kan? Akhirnya, semua bahan makanan yang sudah dibawa peserta kami kumpulkan, dan kami bagi ke tiga meja utama, yakni meja Bahan Utama, meja Bumbu, dan meja Sayuran. Seperti namanya, Pasar, peserta diberikan modal senilai seribu, dan mereka harus mendapatkan bahan makanan untuk masakan mereka senilai modal yang diberikan. Terlihat gampang?

“Kak, aku mau beli ini, ini, sama garam, harganya berapa, Kak?”

Aku tersenyum sambil berkata tenang. “Wah, kalau segitu banyak, tujuh ratus!” Dan sungguh, ada rasa puas yang tak tergantikan ketika melihat wajah mereka memelas meminta untuk diturunkan harganya. Ternyata seperti ini rasanya, memang pengalaman itu tiada duanya, ya, HAHAHAHA *evil laugh*. Akhirnya setelah kesepakatan yang alot antara kami dan peserta, ditetapkan harga dengan ketentuan yang berlaku. Tapi sungguh kuakui, angkatan 2016 ini lebih berani dalam berekspresi. Mereka tak malu-malu melakukan kegiatan yang diminta oleh panitia *tentunya masih dalam tahap kewajaran yang normal, saudara-saudara*, bahkan dari situ kami bisa melihat bakat-bakat baru yang lucu. Contohnya saja salah satu mahasiswa bernama Michael Elim. Uwih, kalian harus melihat ketika dia bergoyang. Yes, bergoyang! Bayangkan kelenturan seorang balerina dipadukan dengan dangdutnya Indonesia. Yap, seperti itulah goyangannya *bisa bayangkan, nggak*

Selain itu, juga ada lho, yang berani gombal didepan Putri, alias si Keamanan yang juteknya minta ampun. Kalau dulu ketika Keamanannya masih kak Shannon, sepertinya belum tentu ada yang berani gombal didepannya. Takut, bro! Tapi angkatan 2016 ini berani. Salut deh, buat kalian!

Akhirnya setelah keramaian Pasar mereda, waktunya memasak! Tapi jangan bayangkan mereka memasak seperti di acara memasak televisi swasta. Takaran dan jumlah bukan lagi menjadi prioritas, yang penting sesuai ingatan. “Seingetku garamnya segini, deh,” atau “udah, minyaknya kutuang, ya,” dan ternyata minyaknya kebanyakan sampai kita yang melihat bingung itu makan masakan atau makan minyak. Tapi begitulah, kami kan, bukan mahasiswa jurusan memasak. Bukan hasilnya, namun kebersamaannya. Sebab yang terpenting bukanlah hasil, tapi bagaimana kita menjalaninya, bukan?

Setelah memasak selesai, waktunya makan! Seperti tradisi tahun lalu, peserta diminta duduk melingkar setelah meletakkan masakan kelompok mereka ditengah-tengah lingkaran. Setelah itu, satu-persatu mengambil makanan sesuai dengan kemampuan mereka, dengan syarat harus mengambil setiap masakan yang ada. Jelas dong, masa masakan teman sendiri nggak dicicipi. Selesai, mereka tidak langsung memakan makanan yang ada didepan mereka. Tahu kenapa?

“Oper piring kalian ke teman yang ada disebelah kanan kalian,”

WUHUU! Benar sekali! Makan malam ini adalah tradisi turun-temurun yang ada di Pariwisata, yaitu Suap-suapan! Setiap peserta menyuapi teman yang ada disebelah kirinya, sambil ia sendiri makan dari suapan teman sebelahnya. Aduh, romantis banget, ya? Panitianya bagaimana? Yah, cuman bisa peluk tiang doang sambil melihat kelucuan peserta, maklum masih sendiri…

Daripada kalian baper, aku berbaik hati melanjutkan cerita ini ke acara selanjutnya. Tak berlama-lama merasakan kebahagiaan, ketegangan mulai terasa ketika Keamanan berdiri didepan sambil memegang mik. Waktunya evaluasi hasil nilai kelompok, kawan, alias waktunya membuat daftar kesalahan peserta selama satu hari ini. Satu hal yang membuatku cukup terkejut disini adalah, angkatan 2016 berani bertanya. Yes, bertanya! Satu persatu dari mereka bertanya mengonfirmasi kesalahan yang sudah mereka lakukan, sampai yakin bahwa itu memang benar kesalahan. Mengapa aku cukup terkejut karena bahkan angkatanku tidak seberani angkatan 2016. Atau mungkin wibawanya berbeda, ya? *no offense kak Putri, ampun jangan rekap aku* Tapi kembali, kalian angkatan 2016 emang penuh kejutan. Seperti wanita, tak bisa ditebak. #eit

Setelah sesi menegangkan bersama Keamanan, acara terakhir adalah briefing untuk outbond keesokan harinya oleh Matrapala sebelum mereka semua beranjak tidur. Dan hari yang panjang ini pun berakhir, malam pun menunjukkan kesunyiannya,

EIT, MASIH ADA RAPAT EVALUASI!

Ah, benar sekali. Percayalah teman-teman, ketika kalian diijinkan untuk tidur, gunakanlah kesempatan tidur itu sebaik mungkin. Karena jauh dalam lubuk hati panitia sangat ingin tidur, namun kewajiban masih mengikat kami. Tidur bagi kami seperti gebetan, sangat ingin diraih namun susah karena masih terikat bayangan mantan. #lhobaper

Tak banyak yang bisa kuceritakan soal rapat evaluasi, memangnya kalian mau dengar evaluasi kami? Disinilah SC kami yang tercinta berperan, mengevaluasi setiap kegiatan kami dari pagi hingga malam hari ini. Dan disinilah kami, berusaha mendengarkan dengan sepenuh hati, sambil membayangkan kapan bisa menutup mata beristirahat. Dan dari kedua kondisi tersebut, jadilah momen-momen yang disebut ‘nggak fokus’. Yes, dibilang apa, jawabnya apa. Ditanya apa, responnya apa. Sepertinya tak perlu kusebutkan momen-momen itu, ya, biarlah menjadi rahasia diantara kami hohoho…

Day 2 – 27 Juli 2016

Sebenarnya agak salah menyebutkan hari kedua mulai baris ini, karena toh, kami tidur hanya dua jam saja. Benar sekali, dua jam saja. Rapat evaluasi yang begitu larut dan briefing panitia yang begitu pagi membuat jam tidur kami menyusut bagaikan kaca terkena udara dingin. Begitulah panitia. Tapi biarkan aku memulai hari ini dengan sepantasnya, oke?

“Tuttt… Tuttt…”

Bukan hanya alarm, namun udara dingin yang menusuk tak mau kalah membangunkan kami. Dengan langkah gontai kami bangun, berjalan menuju pendopo tempat briefing akan dilakukan. Tak banyak briefing yang disampaikan, selain berkoordinasi dengan Matrapala untuk mengantarkan penjaga pos ke tiap pos yang sudah ditetapkan. Aku termasuk salah seorang penjaga pos berpasangan dengan Marchel dan kak Dika, pimpinan Matrapala, di pos kelima yang bernama Rambatan Dua Tali. Setelah briefing selesai, kami langsung menuju pos yang bersangkutan.

Perlu kukatakan bahwa, sayang sekali aku tidak bisa menceritakan bagaimana suasana outbond di pos lainnya karena aku pun penjaga pos. Namun, bila kalian panitia ataupun peserta yang membaca tulisan ini ingin menyumbangkan cerita kalian di pos yang kalian datangi, feel free to share it. Nanti cerita kalian bakal kutambahkan di cerita ini, dan siapa tahu kalian bisa lebih eksis? Huahahaha…

Oke, jadi aku akan menceritakan pos yang kujaga, bernama Rambatan Dua Tali. Sejujurnya, inti dari permainan ini adalah memindahkan slayer dari titik satu ke titik yang sudah ditentukan. Barangsiapa tercepat, kelompok itulah yang menang. Eit, tapi jangan anggap mudah. Prosesnya itu yang butuh perjuangan. Peserta diharuskan merambat di tali yang terikat diantara dua pohon, mengambil slayer mereka, lalu lari dan memanjat jaring-jaring sebelum akhirnya mencapai tempat yang sudah ditentukan. Terlihat gampang? Percayalah, kata bisa menipu.

Beneran, deh. Satu ketika aku mencoba memanjat melalui jaring-jaring yang ada, dan itu cukup susah. Perlu keseimbangan dan kekuatan, karena untuk memanjat saja terasa berat. Ketika akhirnya aku berhasil melewati jaring-jaring itu, bermenit-menit sudah berlalu. Dilarang menghakimi sebelum mencoba sendiri, ya. Aku tahu apa yang ada dipikiran kalian. Tapi memang aku cukup heran sih, (lagi-lagi) dengan peserta. Beberapa dari mereka memanjat tanpa perlu kesusahan, tidak seperti ketika aku mencoba sendiri. Sepertinya aku perlu menilik lagi teori Darwin, siapa tahu ada benarnya? #janganserius

Nah, pos yang kujaga juga merupakan pos terakhir, sehingga ketika peserta selesai, peserta dapat langsung membersihkan diri dan makan. Setelah bersih dan kenyang, tibalah waktunya untuk kembali duduk mendengarkan sesi!

Sesi keempat dibawakan oleh Pak Rahmat, dilanjutkan dengan sesi kelima yang dibawakan oleh kedua SC kita, yakni Adine Benedicta dan Stacia Marsheilla. Namun, aku tidak mendengarkan ketika sesi itu berlangsung. Eit, bukan karena aku malas mendengarkan, tapi karena ternyata lokasi inbound tidak bisa terpakai! *apa hubungannya*

Perlu kalian ketahui, sebelum acara WGG LK berlangsung, aku dan beberapa panitia sudah pergi survey ke MAL untuk menetapkan pos-pos yang akan digunakan untuk inbound. Dan ternyata, terjadi miskomunikasi yang membuat lokasi inbound yang telah kami tetapkan tidak bisa terpakai, sehingga terpaksa kami harus mencari lokasi baru H-1 sebelum acara berlangsung. Karena aku merupakan penanggungjawab inbound, jadilah aku dan Debby mencari tempat yang baru. Meskipun tempat yang dijadikan pos tak sebagus tempat yang sudah ditetapkan, tapi aku tetap bersyukur masih ada tempat yang cocok. Bersyukur senantiasa, kawan. Problem solved!

Setelah sesi berlangsung, akhirnya acara yang ditunggu-tunggu sudah tiba! Benar sekali, talent show! *lempar bunga* Nah, penasaran, nggak sih, para peserta menampilkan talent show apa saja? Ini nih,

Optimist Prime – Jaka Tarub
Joizze – Legenda Candi Prambanan
Ratcheer – Malin Kundang
Friendzy – Keong Mas
Barricare – Cindelaras
Dynomic – Legenda Banyuwangi
Luckdown – Bawang Merah dan Bawang Putih
Leadfoot – Tangkuban Perahu
Humble Bee – Timun Mas
Jetfighter – Legenda Danau Toba

Cukup terhibur melihat penampilan mereka yang lucu. Salah satu yang kuingat adalah bagaimana mereka mengubah ayam Cindelaras menjadi Pokemon Go. Jadi, menyabung ayam diganti menjadi tarung Pokemon di Gym. Selain itu, ada juga Legenda Candi Prambanan yang menarik perhatian. Bukan apa-apa, itu karena peserta yang menjadi Bandung Bandawasa tiba-tiba berteriak ke penonton sambil menunjuk,

“Kalian semua! Perhatikan drama ini, ya!”

Kontan kami semua kaget, dong. Apalagi diceritakan bahwa memang karakter Bandung Bandawasa sangat otoriter, dan dia memainkannya dengan keren meskipun dia cewek. Calon keamanan, nih #uwi

Akhirnya talent show drama pun selesai. Sudah selesai? Belum, tenang saja, masih ada cover video, setelah pesan-pesan berikut ini.

Di negeri antah-berantah, tersebutlah sebuah kerajaan besar bernama Wanderlust, yang dipimpin oleh Raja Ander. Seperti cerita kerajaan pada umumnya, Raja mempunyai seorang puteri yang sangat ia sayangi. Namun sayangnya, Sang Puteri sangatlah misterius. Tak banyak informasi mengenai Sang Puteri dari Kerajaan Wanderlust, selain berita mengenai kecantikannya yang luar biasa. Bahkan, tak seorangpun mengetahui namanya selain Raja Ander sendiri.

Ketika Sang Puteri beranjak dewasa, Raja Ander memutuskan sudah saatnya Sang Puteri mendapatkan pendamping yang tepat. Raja mengundang sepuluh Kesatria terbaik dari sepuluh kerajaan berbeda, dan berkata,

“Carilah Sang Puteri, temukanlah namanya dan carilah ia. Yang terbaiklah yang akan meminang Sang Puteri.”

Dan, dari kesepuluh Kesatria, siapakah yang akan berhasil meminang Sang Puteri?

“Plok! Plok! Plok!”

WUHU! Tidakkah kalian pikir cerita itu keren? Legenda Kesatria Bintang dan Puteri dari Kerajaan Wanderlust, bermula disini. Tidak keren? Oke, selera kalian sepertinya harus ditingkatkan lagi. Karena hanya orang berselera tinggi yang bilang bahwa cerita ini sungguh keren. Bukan ceritanya yang tidak keren, kalian yang tidak keren. Kalianlah yang salah HAHAHAHA #salahmaneh

Yap, itulah briefing yang disampaikan untuk inbound besok. Benar sekali, inbound kali ini bukan hanya sebatas berkeliling mencari pos, namun para peserta harus mengumpulkan petunjuk yang nantinya akan menjelaskan siapakah Sang Puteri dari Kerajaan Wanderlust. Penasaran nggak, petunjuknya seperti apa? Kubocorkan, nih,

Langkah Awal

Inilah yang hendak kukatakan, wahai Kesatria
Sesungguhnya semua dimulai dari satu langkah awal
Apalah arti dari sebuah perjalanan tanpanya?
Ungkaplah kebenaran sejati, Kesatria
Relakanlah ia menuntunmu menuju jawabanmu karena
Awal selalu menjadi yang terpenting

Nah, seperti itulah petunjuk yang akan didapatkan peserta ketika mereka berhasil mendatangi ketujuh pos yang ada. Bisa pecahkan, nggak? Kalau bisa, ya sudah, sih, kode kan memang dibuat untuk dipecahkan, HAHAHA

Okay, back to the topic. Setelah briefing inbound, talent show pun dilanjutkan dengan cover video! Ya ampun, pecah deh, ruangan ketika satu persatu kelompok maju menampilkan cover video-nya! Apalagi ketika Michael Elim itu maju, wuahh, goyangannya nggak tahan, bro! Bukan cuman Michael Elim, tapi juga ada Joshua Lukas, bahkan Albertus Raymond ikut bergoyang! Yep, kalau kalian tidak tahu Albertus Raymond, monggo diketik di mbah Gugel, “Albertus Raymond Peraih UN Tertinggi.” Benar sekali, ada anak peraih nilai UN tertinggi di Pariwisata! Gendut, lucu, imut, ginuk-ginuk, semua bisa kalian sematkan buat Raymond. Memang penampilannya yang lucu membuat satu ruangan riuh ketika dia maju. Bayangkan ia yang lucu dan imut-imut seperti itu, memakai kacamata hitam, bergoyang mengikuti lagu. Huahahaha.. memang Raymond juara, deh. Raymond, we love you!

. . .

“Ini sampah! Kalian bisa dibilangi, nggak, sih? Mau berapa kali lagi dibilangi?”
“Kalian tahu mana tempat sampah mana bukan, kan?”
“Ini lagi! Kesalahan yang sama diulangi dua kali!”

Memang, ya, terkadang kebahagiaan tidak berlangsung lama. Dan mungkin seperti itulah yang dirasakan oleh peserta. Habis dibuat senang, harus tegang lagi. Tapi memang seperti itulah dunia. Dunia tidak akan membuatmu bersenang-senang dalam waktu yang lama. Namun kembali kepada kita, karena sesungguhnya sukacita berasal dari dalam diri. Kitalah yang menentukan perasaan kita, bukan dunia. Akankah perasaan kita diombang-ambingkan dunia, ataukah kita memilih untuk menetapkan sendiri apa yang mau kita rasakan?

Okay, back to the topic. Jadi seperti hari pertama, ini adalah evaluasi perhitungan nilai kelompok. Masih ada sampah bertebaran, dibuktikan dengan foto-foto yang sudah diambil oleh Keamanan. Heran juga, Keamanan ini jeli sekali melihat sampah, bahkan sampah kecil pun terlihat dan muncul di foto. Makanya, gaes, buanglah sampah pada tempatnya, ya? Buang sampah di tempat sampah apa susahnya, sih? Ayo, budayakan buang sampah. Tinggalkan wacana, jalankan rencana! Kami bukan berjanji, kami menunjukkan bukti! Pilih kami! *sudah malam jadi agak koleng*

Setelah acara penuh ketegangan, seharusnya acara selanjutnya adalah api unggun. Tapi sayang sekali, sepertinya malam itu Langit sedang bersedih. Dan sepertinya kesedihannya sudah memuncak sehingga air matanya pun jatuh membasahi Bumi. Wahai Langit, gundahkah engkau hingga air matamu tumpah membasahi Bumi?

Akhirnya, kami pun berunding secara cepat untuk mengganti acara api unggun menjadi acara dalam ruang yang tetap mempertahankan esensi yang akan disampaikan. Peserta diminta untuk menuliskan ketakutan mereka di selembar kertas, dan setelah itu mata mereka ditutup dengan slayer. Lampu dimatikan, hening menguasai, sehingga hanya terdengar tetes air mata sang Langit. Hening, tak ada suara selain rintik hujan. Dan ditengah keheningan itu,

“Aduh, aku besok ulangan Akuntansi. Tapi aku belum belajar,”
“Nggak usah belajar! Apa itu belajar! Nyontek saja!”
“Tapi, masih ada waktu untuk belajar, apa sebaiknya aku belajar saja, ya?”
“Belajarlah selagi kamu bisa,”
Ngapain kamu belajar?! Party aja!
“Apa itu party?”
Cih, party aja nggak tahu! Mending kita party, daripada belajar sama saja nggak lulus!”

“Penampilanmu itu jelek! Sepatu kamu itu sepatu yang buat di sawah itu, kan!”
“Sebegitu jeleknya, ya?”
“Banget! Masa ke kampus pakai pakaian seperti itu! Jelek!”
“Aku jadi takut ke kampus.. Aku jadi minder dengan teman-teman,”

Ditengah keheningan itu, terdengar suara tiga orang bersahut-sahutan. Yang satu terdengar bertanya-tanya penuh keraguan, yang satu terdengar lembut, sedangkan satunya sangat mengintimidasi. Setelah beberapa saat, kembali hening menguasai. Namun tak lama kemudian, dentingan gitar terdengar beserta dengan suara seseorang,

“Seringkali, dalam kehidupan ini, kita menjumpai ketakutan-ketakutan. Ketakutan tersebut, membuat kita tak mampu untuk meraih mimpi kita. Namun, ingatlah teman-teman, masih ada Tuhan yang beserta kita, yang membantu kita menghadapi ketakutan-ketakutan tersebut. Yang membuat kita mampu bangkit untuk kembali meraih mimpi-mimpi itu,”

Tak lama, terdengar lagu Walau Ku Tak Dapat Melihat milik Grezia Epiphania dinyanyikan. Lembut, halus, berpadu sempurna dengan rintik hujan yang terdengar. Setelah menyanyikan lagu, kembali suara orang tersebut terdengar,

“Sekarang, aku minta kalian buka mata kalian. Aku minta bagi kalian yang ingin kembali mengejar mimpi kalian, bangkit berdiri dan buang ketakutan kalian di satu titik cahaya disana. Buang ketakutan kalian, kejar kembali mimpi-mimpi kalian,”

Dan kembali suara rintik hujan terdengar, berpadu dengan kobaran api kecil yang melalap tiap ketakutan yang ada.

. . .

Wuah, gimana teman-teman? Cukup khidmat, bukan? Memang, momen api unggun tidak bisa terlaksana, namun menurutku sesi perenungan seperti tadi berjalan dengan sangat lancar. Dan untuk itu, perlulah kita beri apresiasi kepada SC yang mau bersusah-payah membantu dalam sesi perenungan ini, hingga membuat drama singkat segala. Ce Adine yang super nyolot ketika memerankan drama *dia yang bagian mengintimidasi*, Ce Bella yang jago banget memimpin perenungan, dan Ce Stacia yang apik banget saat memerankan orang yang penuh keraguan. Kalian memang luar biasa! *standing ovation*

Setelah selesai, tibalah saatnya menerbangkan mimpi-mimpi ke angkasa. Langit berbaik hati, ia berhenti menangis untuk menerima setiap mimpi dari anak manusia ini. Masih ada mimpi-mimpi yang tulus dari dalam hati, pikir Sang Langit. Kami semua pun menyalakan lampion, dan menerbangkannya satu persatu. Terbanglah mimpi, capailah angkasa setinggi mungkin!

Well, sebenarnya tidak semua lampion dapat terbang tinggi. Beberapa nyangkut di pohon, beberapa terbakar sehingga tidak bisa terbang. Tapi tetap, tak menyurutkan harapan kami untuk menerbangkan setiap mimpi kami ke angkasa, menitipkannya pada Sang Langit. Jagalah mimpi kami, Langit, karena suatu saat, kami akan mengambilnya kembali. Pasti.

Akhirnya, setelah hari yang panjang ini, kami pun bersiap untuk tidur dan menutup hari ini. Sampai berjumpa di hari esok!

Ahya, masih ada rapat evaluasi. Tidak banyak yang bisa kuceritakan, karena (lagi-lagi) siapa, sih, yang mau mendengarkan evaluasi kami? Kembali momen tidak fokus terjadi, karena memang kami semua sudah lelah. Tapi ada yang lucu hari ini.

“Eh, eh, dengarkan aku. Aku mau main lagu Killer,”
Hoii, dengarkan, ya, siap-siap. Lagu Killer ini,”
“Oke, siap? Tak mainin lagunya,”
“Iya, Bram, ndang main,”

Tang ting tung teng, teng tung ting tang. *musik awal announcement di bandara*

Dan, yes, begitulah asal muasal nama Killer yang disematkan ke Bram. Maklum, mungkin sudah lelah sehingga tingkat kesadarannya sudah menurun. Kami yang mendengarnya, cuman bisa tertawa meringis penuh keprihatinan. Tapi tenang, kami peduli denganmu, kok, Bram HAHAHAHA #teamKiller

Dan berakhirlah hari itu, ketika jam sudah menunjukkan pukul 01:30. Dan kami harus bangun kembali pada pukul 04:00, karena masih ada briefing untuk inbound. Yeah, bersyukurlah kalian para peserta masih dapat menikmati tidur yang nyenyak dan nyaman. Tapi tetap aku bersyukur mengambil bagian dalam kepanitiaan ini, karena kembali, pengalaman adalah guru terbaik #cieee

Day 3 – 28 Juli 2016

Udara dingin kembali menusuk ketika mata membuka, menghempaskan kesadaran kembali ke realita. Mata masih memberontak ingin menutup, tapi apa daya masih ada briefing menunggu. Akhirnya kami semua bangun kembali, digerakkan oleh satu tujuan: briefing. Idih, kesannya briefing begitu berat, ya? Tapi begitulah kira-kira yang kami rasakan. Meskipun lelah, tapi tidak ada rasa penyesalan setitik pun, karena kembali, pengalaman adalah guru terbaik. #ciee

Akhirnya, inbound pun dimulai! Sepuluh Kesatria Bintang, Antares, Aphelion, Cassiopeia, Centauri, Cygnus, Hyades, Lyra, Orion, Perihelion, dan Zenith siap mencari Sang Puteri dari Kerajaan Wanderlust!

Karena aku bertugas untuk mengontrol inbound, jadilah aku hanya berkeliling tanpa menjaga pos apapun. Salah satu pos yang menurutku cukup lucu adalah pos Padang Cobaan. Disini, seluruh peserta diminta berjejer sambil berjongkok. Nantinya, penjaga pos akan menyebutkan angka, dan peserta diminta berdiri sejumlah angka yang disebutkan. Misalnya, ada 5 peserta. Ketika penjaga menyebutkan “3!” maka tiga orang pertama harus berdiri. Lalu untuk angka selanjutnya, dimulai dari orang keempat. Nah, kalau mereka salah, siap-siap disiram air dingin! Hihihi… Jangan kira airnya hangat, lho. Itu masih sekitar jam 7 pagi, ketika udara masih dingin-dinginnya. Bayangkan pagi-pagi udah harus disiram air dingin. Brrrr…

Selain itu, ada juga pos Dapur Kerajaan. Seperti namanya, kalian pasti sudah tahu, kan, apa yang bakal dilakukan di pos ini? Benar sekali, makan-makan! Lucu juga melihat para peserta mengernyit ketika mencoba salah satu jelly yang ada. “YEK! Pahit’e!” Benar sekali, kawan, itu adalah brotowali yang sudah dipadatkan menjadi jelly. Nikmatilah makanan kalian, ya HAHAHA…

Begitulah sekilas mengenai inbound yang kami lakukan. Aku tak akan bercerita banyak, karena di hari ketiga ini masih ada acara puncak yang mengubah segalanya *ciee*. Apa itu? Silahkan baca sampai habis, kawan.

Setelah inbound, kami semua berkumpul di lapangan hijau. Untuk apa? Tentu saja untuk memulai puncak acara permainan yang sudah menjadi tradisi, yaitu mega game! Mega game ini adalah permainan versus yang melibatkan dua kubu, yakni panitia dan peserta. Iya, memang tidak imbang sih, tapi panitia kan, bisa curang. Namanya saja panitia. HAHAHA…

Untuk tahun ini, kami bermain dodge ball! Pada tahu nggak, dodge ball itu apa? Daripada kalian bosan menyimak penjelasanku, monggo dicari dulu di Youtube seperti apa permainan dodge ball itu. Sudah mengerti? Langsung saja!

“JER! KAMU RAJANYA! JANGAN MAJU-MAJU!”
“Awas belakang! Lindungi Jeremy!”
EIT! Kena tanah ya, tidak berkurang berarti nyawanya!”

Lempar-lemparan bola berlangsung seru. Karena jumlah yang tidak imbang, akhirnya panitia memutuskan memakai nyawa. Setiap panitia memiliki lima nyawa yang akan berkurang setiap kali mereka terkena bola. Ditetapkan Raja pihak panitia adalah si ‘titi’ Jeremy, dan Raja pihak peserta adalah Bejo yang jago nge-dance. Permainan berlangsung seru, semua menahan napas ketika Jeal mengambil ancang-ancang untuk melempar, tidak ada kesempatan bagi peserta untuk menghindar, DAN, LEMPAR!

AHHHHH! JEAL! KEJAUHANN!”
AH, JEAL JANGAN KAMU YANG LEMPAR LAGI, DEH!”

Teriakan kekecewaan dan kegembiraan terdengar bersahutan. Kecewa karena Jeal melempar bolanya kejauhan, gembira karena tidak ada peserta yang terkena bola. Menang ancang-ancang doang, eksekusi nol besar. Demikianlah Jeal, selalu #salahmaneh kalau bersama kami. Salah maneh

“Ayo, lempar aku!”
“JANGAN! Jangan lempari kakak yang itu! Dia udah mau mati!”

Terkesan lucu, ya. Kalau bukan dalam kondisi bermain, percakapan diatas pasti terdengar seperti orang yang ngebet mati dan orang yang tidak mau orang itu mati *jadi bingung* Tapi itulah strategi kami. Kami mengorbankan Febry supaya ada orang yang berada dibelakang area peserta, sehingga jangkauan lempar kami lebih banyak. Perlahan satu persatu panitia yang dikorbankan gugur, membuat kami punya peluang untuk melempar dari belakang. Siap-siap peserta, kami datang!

“ALAH, JEAL, KOK KEJAUHAN LAGI, SIH!”
“salah maneh…”

Sayang sekali, strategi tidak berjalan semestinya. Kembali lemparan penuh semangat dari Jeal membuat kami kehilangan kesempatan. Sepertinya dirimu nggak pernah nggak salah, ya, Jeal? #lho

Akhirnya, permainan selesai! Dimenangkan oleh, hmm, ada pemenangnya? Entahlah, aku juga tidak tahu. Sepertinya yang menang peserta, karena mereka masih lebih banyak jumlahnya. Tapi tidak apa-apa, bukan menang kalahnya, tapi kebersamaannya, kan? Mendekatkan satu sama lain #ihik

Setelah permainan yang melelahkan tersebut, akhirnya kami pun mandi dan membereskan barang-barang kami untuk bersiap-siap pulang. Setelah selesai, kami kembali berkumpul di pendopo untuk makan dan mengikuti satu sesi terakhir, yaitu sesi Sharing Alumni bersama ko Budi. Tak lama setelah sesi selesai,

“Lihat ini,” *ada foto sampah*
“Lalu yang ini, di kamar cewek!” *foto sampah lagi*
“Kalian kembali mengulangi kesalahan yang sama tiga hari! Nggak bisa dibilangin!”
“Kalian semua mau nggak lulus? SAYA BISA NGGAK MELULUSKAN KALIAN!”
“Lalu tadi pagi. Kalian disuruh kumpul jam berapa? Kalian datang jam berapa? BERDIRI, YANG TERLAMBAT TADI PAGI!”

Ketegangan kembali memuncak ketika Putri maju membawakan evaluasi. Sebagian besar peserta maju kedepan, menandakan hampir semua terlambat, menyisakan hanya beberapa orang yang duduk.

“Sudah terlambat, buang sampah sembarangan, kalian maunya gimana, sih? Kalian sudah mahasiswa! Kalian mau nggak lulus semua?!”
“Tidak, kak,” *terdengar sahutan yang terdengar seperti gumaman*
“Lalu apa yang bisa kalian lakukan untuk menebus kesalahan kalian?”
“JAWAB! SAYA BERTANYA UNTUK DIJAWAB!” sentak Putri.

“Kak,” *ambil nafas dalam* “Saya dan teman saya, tadi kami semua keluar paling terakhir. Kami mengecek setiap sudut dan tempat untuk memastikan bahwa tidak ada sampah yang tersisa. Tapi kami memang tidak melihat sampah-sampah kecil seperti itu, untuk itu kami meminta maaf karena kami tidak sadar ada sampah kecil seperti itu,”

“Oh, jadi kamu ingin bilang bahwa cuman kamu dan teman kamu yang sadar, yang lainnya tidak sadar?!”
“Tidak, kak, saya berkata ‘kami’ bukan ‘saya’, karena itu adalah kesalahan kami,”
“Oke, jadi kalian mau apa untuk mengganti kesalahan kalian?”
“Enak’e yopo, lho”

Terdengar satu sahutan. Putri hanya memandangnya dengan sekilas,

“Enak’e yopo? Kamu tidak diajarkan untuk berbahasa yang baik dan benar?”
“Enaknya bagaimana, lho,”
“Oh, begitu. SAYA TANYA MALAH BALIK BERTANYA!”

Akhirnya kembali terdengar sahutan dari pihak yang berdiri,

“Kak, kami memang salah, kak. Kami tadi mengecek setiap sudut dan tempat untuk memeriksa apakah ada sampah  atau tidak. Ada kaus kaki, kami tanyakan siapa pemiliknya. Tak ada yang mengaku, kami buang. Ada celana, kami tanyakan, tak ada yang mengaku kami buang. Tapi kami memang tidak melihat sampah-sampah kecil seperti itu, kami tidak teliti sampai hal kecil. Untuk itu, kami minta maaf,”

“Kak,” *ambil nafas dalam lagi* “kami punya emosi, kak,”

Terdengar isakan tertahan dari salah satu peserta. Terlihat matanya sudah merah, menandakan ia berusaha mati-matian menahan air matanya agar tidak tumpah.

“Apa kakak… Tidak pernah melakukan kesalahan?” isaknya.
“Semua orang pasti pernah melakukan kesalahan. Tapi kalian melakukan kesalahan yang sama berulang kali. Sudah berkali-kali saya ingatkan,” jawab Putri.

Dan peserta tersebut pun terdiam.

“Bagaimana, panitia? Layak nggak, mereka diluluskan?” tanya Putri.
“NGGAK!” jawab panitia serempak.
Ehm, apa tidak sebaiknya mereka diluluskan saja, kan kasihan?” sahut Debby.
“Mereka ini tidak bisa dibilangi lho, kak! Masih saja buang sampah sembarangan, bagaimana bisa diluluskan!” ketus Putri.
“Tapi, kan, kasihan…” kata Debby lagi.
“Di tempat orang lain saja tidak bisa menjaga lingkungan, bagaimana bisa menjaga rumah sendiri nanti!” jawab Putri.

Akhirnya semua terdiam. Setelah keheningan yang terasa seperti berabad-abad, akhirnya Putri kembali bersuara,

“Kalian tahu kesalahan kalian yang paling fatal apa?”
“JAWAB! SAYA BERTANYA UNTUK DIJAWAB!”
“Nggak, kak,” *gumaman tidak yakin*
“Yakin? Kalau ada buktinya bagaimana?” *gumam lagi tidak jelas*
“Yakin tidak tahu kesalahan kalian yang paling fatal apa?!”
“Nggak, kak,”
Setelah menit-menit penuh ketegangan diisi oleh keheningan, akhirnya suara Putri kembali terdengar,

“Kalian tahu?”
“Kesalahan kalian paling fatal itu, kalian percaya kalau kami semua marah,”
“PLOK! PLOK! PLOK! PLOK! PLOK!”

Suara tepuk tangan segera mencairkan suasana yang tadinya penuh ketegangan. Semua panitia bertepuk tangan sambil tersenyum simpul. Wajah peserta yang tadinya penuh ketegangan, perlahan mencair sambil berusaha memahami apa yang terjadi. Kembali terdengar suara Putri, namun dalam nada yang biasa,

Congratulations guys, kalian semua lulus! Selamat, yaa!” Sahut Putri sambil menenangkan peserta yang tadinya terisak. Senyum kembali terukir di wajah peserta, sungguh akhir yang berbahagia.

. . .

Wah, gimana dramanya? Benar sekali, evaluasi hari ketiga tadi adalah drama yang memang disengaja oleh panitia untuk peserta. Memang sih, awalnya terkesan penuh dengan ketegangan, tapi kelegaan yang terasa setelahnya itu, lho, nggak tergantikan oleh apapun juga. Drama itu juga yang menjadi akhir dari topeng yang dikenakan Keamanan. Sejak saat itu, Putri (yang memang aslinya nggak galak sama sekali) menunjukkan sifat aslinya. Ia bahkan malu-malu saat ditunjuk maju kedepan sebagai panitia terjahat. “Maafkan, tuntutan pekerjaan, teman-teman,” sahutnya malu. Beberapa reaksi yang kutangkap memang wajar, seperti

“Ya ampun, kak Putri bisa ketawa!” *ya jelas, dia manusia*
“Ya ampun mujizat sekali kak Putri bisa tersenyum sama ketawa!” *lebay kamu*

Akhirnya, kebersamaan yang ada terasa lebih nyata sebelumnya, karena entah kenapa ketegangan tersebut bukannya memperbesar tembok pemisah antara kami, namun justru merobohkannya sehingga kini tak ada lagi jarak antara kami. Hmm, kalau begitu, apakah ketegangan berpengaruh pada tingkat kedekatan? Mungkin itulah resep awet suatu hubungan. Bertengkar diperlukan, agar setelah melewati masa ketegangan itu, kedekatannya bisa lebih terasa lagi. Bahkan, lebih dekat dari sebelumnya. #cieee #jadibaper

Setelah itu, kami pun pergi ke lapangan untuk berfoto-foto ria, sebelum akhirnya kami pulang untuk mengakhiri rangkaian acara WGG LK 2016 ini. Ini bukanlah perpisahan, namun awal dari perjalanan kita bersama menempuh mimpi. Terima kasih kepada kalian yang sudah bersama membantu dalam pelaksanaan WGG LK ini, tempat kalian khusus di hati *ciee*. Terima kasih pula kepada kalian, para peserta yang sudah mau dibimbing selama tiga hari bersama kami. Banyak kesalahan, banyak terjadi kesalahpahaman, namun biarlah itu menjadi pelajaran bagi kita semua. Dan terakhir, terima kasih pada kalian yang sudah membaca ceritaku hingga kalimat ini. Sungguh jarang melihat orang tahan membaca hingga baris ini, sehingga aku sangat bersyukur kalau masih ada yang membaca hingga habis. Tak ada yang sempurna didunia ini, begitupun tulisan ini. Maafkan bila ada salah kata, karena aku pun tetap masih dalam proses belajar aksara. Demikian ceritaku untuk WGG LK kali ini, selamat bertemu dilain kesempatan!


Yang mau kepo-kepo, monggo, sekalian di follow #eh
Andy 
Lanny 

No comments:

Post a Comment