Menurutku, pengalaman
adalah guru terbaik. Tanpanya, kita hanyalah manusia yang statis dan teoritis,
tak mampu untuk berpikir secara praktis. Satu pertanyaan, bagaimana bisa
ditengah dunia yang begitu dinamis?
Hai, semua! Setelah (lagi-lagi) tidak menulis untuk sekian lama, kali
ini aku akan menceritakan salah satu pengalamanku yang luar biasa! Jadi, aku
tergabung dalam Divisi Acara kepanitiaan WGG Luar Kota (LK) Manajemen
Kepariwisataan 2016. WGG LK Manajemen Kepariwisataan ini berlangsung selama
tiga hari, dari tanggal 26 Juli 2016 hingga 28 Juli 2016 di Mojopahit Agro
Lestari (MAL), Pacet. Wuah, kebayang kan, betapa sibuknya kami mempersiapkan
acara untuk tiga hari? Nah, daripada berlama-lama, yuk langsung saja!
Day 1 – 26 Juli 2016
Langit masih gelap ketika aku sampai di kampus. Betapa tidak, kami para
panitia diwajibkan berkumpul pukul 04.00 pagi. Kalau sampai terlambat, bakal
ada denda untuk setiap menit keterlambatannya. Jadi jangan salah, panitia juga
tidak kalah takutnya sama mahasiswa baru soal keterlambatan. Kalau mahasiswa
baru takut direkap, kalau panitia takut dompet kering karena terlambat (maklum
jatah bulanan pas-pasan gitu, lho).
Sejauh ini, sih, rekor paling tinggi masih dipegang oleh juara bertahan
Mahasiswa Pariwisata Paling Sering Terlambat, dengan total denda 38.000 Rupiah.
Siapa itu? Eit, rahasia dong. Yang
pasti itu sudah menjadi rahasia umum huahahaha…
Satu persatu dari kami mulai datang, dan tepat pada pukul 04.30, kami
berkumpul untuk memulai briefing. Ohya,
kalian semua sudah kenal belum dengan panitia WGG LK kali ini? Kalau belum, monggo kenalan dulu. Siapa tahu, jodoh
#lho
WGG LK kali ini diketuai oleh Febryan Dwi, dengan tema andalannya
H.O.M.E (Hope, Opportunity, Maturity, Emphaty). Febry dibantu dengan dua orang
kepercayaannya, yaitu Isaura Kelly sebagai Bendahara dan Olivia Yap sebagai
Sekretaris. Setelah itu, kita mulai masuk pada divisi paling rempong alias Divisi Acara,
dikoordinatori oleh Debby Devina dengan kedua anaknya Marchel dan Romie. Ada
juga divisi paling galak sepanjang masa alias Divisi Keamanan, dikoordinatori
oleh Putri Intan (yang sebenarnya nggak
galak sama sekali) dengan Jeal (mukanya aja
yang garang). Dilain sisi, ada juga divisi paling peduli dengan mahasiswa bak
malaikat yaitu Divisi Kesehatan dan Konsumsi, dengan kedua malaikatnya Felice
Livia dan Olivia Naftali. Selain itu, ada divisi kedua yang paling rempong apalagi kalau berhubungan dengan
pre-test dan post-test, yaitu Divisi Sekretariat dengan koordinatornya Cloudiah
Wijaya dan anaknya Cliffern ‘Stitch’ Anastasya. Sebentar, ambil nafas dulu…
*hhhhh*
Nah, ada juga divisi paling perkasa, siap memenuhi segala kebutuhanmu
yang membeludak, Divisi Perlengkapan dengan Andy sebagai koordinator dan Lanny
anaknya. Lalu, divisi yang kerjaannya selalu nenteng-nenteng kamera kemana-mana, siap membidik setiap momen
berharga *ciee*, Divisi Pubdekdok, dengan koordinatornya Joshua ‘Parce’
Dilbert, dan kedua anaknya Nicholas ‘Killer’ Bram dan Jeremy ‘Titi’ Ivan. Dan terakhir, divisi yang paling nggak terkenal tapi berusaha untuk
terkenal, yakni Divisi Surabaya-Pacet-Repeat, alias Divisi Transakom ‘Akom’,
dengan koordinatornya Vincentius ‘PP’ Wu, dan kedua anaknya Kevin Tjipta dan
Michael Keane. Eit, belum selesai.
Selain panitia yang disebutkan diatas, masih ada tiga orang yang belum
disebutkan, yang wibawanya sungguh terasa, apalagi kalau lagi rapat evaluasi.
Mari kuperkenalkan, Steering Committee
WGG LK 2016, Adine Benedicta, Leni Christalbella, dan Stacia Marsheilla!
*lempar confetti* Yap, ketiga orang ini tugasnya memantau kelangsungan acara
selama tiga hari, sekaligus memberikan kami masukan ketika rapat evaluasi. Nah,
gimana, teman-teman? Bagi yang
berminat untuk kenalan, silahkan kepo-kepo
di Instagram, kami menunggumu *halah*
Okay, back to the topic. Terlihat beberapa
mahasiswa baru sudah mulai berdatangan ketika kami selesai briefing. Kami langsung mengambil posisi masing-masing, beberapa
berjaga untuk memulai inspeksi barang bawaan, beberapa siaga untuk
mempersiapkan ruangan yang akan digunakan untuk kebaktian. Semuanya berjalan
dengan lancar, ketika,
“Waduh, ruangannya, kok belum terbuka, ya?”
Andy terlihat gelisah sambil terus berkeliling. Matanya terlihat
mencari-cari seseorang. Ternyata, terjadi kesalahpahaman tentang waktu
pembukaan ruang. Ruang yang sebelumnya direncanakan besar kemungkinan tak akan
bisa terbuka sesuai dengan rundown yang
sudah ditetapkan. Akhirnya, tanpa berlama-lama, Andy langsung mencari ruangan
baru sehingga para mahasiswa baru tak perlu duduk di selasar terbuka. Detik-detik
berlalu dengan ketegangan, menit-menit penuh dengan peluh keringat, dan,
Yes! Setelah berpacu dengan
waktu yang sangat sempit, akhirnya kami semua pun menemukan ruangan baru. Acara
pun berjalan lagi sesuai dengan rencana. Dan betapa aku menyadari, bahwa
dibalik kebosanan yang (mungkin) dialami mahasiswa baru ketika acara ‘terlihat’
molor, ada mereka yang berpacu dengan
waktu untuk menyelesaikan masalah yang timbul. Bagaimana perjuangan untuk
menyelesaikan masalah tersebut, hanya bisa dirasakan ketika kita terjun sendiri
mengalaminya. Memang, pengalaman adalah guru terbaik. #likalikuPanitia
Setelah kebaktian pembuka yang dibawakan oleh pak Yudi, dan setelah
menunggu kepastian bus yang memang agak lama, akhirnya kami semua berangkat!
Tak banyak cerita yang bisa kusampaikan ketika perjalanan ini, karena
satu-satunya alasan, aku tidur. HAHAHAHA maklum kak, tidurnya cuman sebentar
kemarin malam *derita anak acara*
. . .
Dan sampailah kami di MAL! Cuaca cukup cerah dengan udara yang
sepoi-sepoi. Serasa menjejak kembali ke masa lalu ketika aku datang sebagai
peserta disini. Ketika dibayangkan, sungguh tak terasa setahun sudah berlalu
tanpa disadari. Waktu berjalan begitu cepatnya, seakan seperti mimpi. Kembali
aku menyadari, bahwa yang terpenting bukanlah masa lalu maupun kedepannya,
namun masa kini. Tak ada gunanya menyesali masa lalu, yang penting adalah
memaknai masa kini sehingga tak perlu ada penyesalan ketika hal itu sudah
menjadi masa lalu. Tak perlu terlalu terpaku pada masa depan, karena kita bisa kehilangan
esensi masa kini yang sedang kita jalani. Kalau bukan kita yang memaknai, siapa
lagi?
Okay, back to the topic. Untuk meregangkan
sendi-sendi yang kaku selama perjalanan, dan untuk mencairkan suasana yang
dingin diantara kami, akhirnya kami pun mengadakan ice breaking! Sudah menjadi tradisi bahwa ice breaking pertama di MAL adalah ‘tak kenal maka tak sayang’.
Peserta dibuat melingkar, dan peserta yang ditunjuk harus menyebutkan nama dan
hobinya disertai gerakan. Orang kedua, harus mengatakan ‘hai’ sambil mengulangi
apa yang dikatakan orang pertama, dan setelah itu mengenalkan dirinya. Demikian
seterusnya. Seperti ini, nih,
“Hai, namaku Jeri, hobiku makan.” *sambil menirukan gerakan makan*
“Hai, Jeri yang hobinya makan *tirukan gerakan makan*, namaku Joshie,
hobiku tidur *sambil menirukan gerakan tidur*,”
Nah, kebayang, kan betapa
banyak orang yang harus disebutkan kalau sudah banyak yang mengenalkan diri
masing-masing? Bahkan, ada yang totalitas, lho! Salah satu yang kuingat adalah
seorang mahasiswa baru yang bernama Jonathan, panggilannya Bejo. “Hai, namaku
Jonathan, hobiku nge-dance.” Dan dia
benar-benar mempraktekkan dance! Not a mainstream one, but a breakdance, literally
breakdance, WOW! Kalian harus melihat sendiri gayanya. Nggak bisa melihatnya? Kasihan sekali…
Acara dilanjutkan dengan rangkaian tiga sesi yang dibawakan oleh Ma’am
Devi. Sejujurnya materinya sama seperti ketika aku menjadi peserta tahun lalu,
namun entah mengapa Ma’am Devi membawakannya dengan lebih enak, lebih banyak
terapannya sehingga materinya lebih masuk. Tapi tentu saja aku tidak akan
menceritakan materinya disini, memangnya kalian mau dengar materi?
Akhir dari sesi ketiga, terlihat beberapa panitia sibuk memindahkan
bahan makanan dari dus-dus ke meja-meja disekeliling pendopo tempat kami
berkumpul. Mau ada apa, ya? Yap,
sebentar lagi akan ada Pasar! Perlu kalian ketahui, mahasiswa baru yang sudah
terbagi dalam kelompok-kelompok kecil diwajibkan memasak satu makanan, dan
mereka wajib membawa setiap peralatan dan bahan makanan yang dibutuhkan. Kalau
kalian penasaran, ini, nih daftar nama kelompok dan bahan makanan yang harus
mereka bawa.
Optimist Prime – Sop Wortel Sosis
Joizze – Koloke
Ratcheer – Mie Ulang Tahun
Friendzy – Pangsit Goreng
Barricare – Fu Yung Hai
Dynomic – Dadar Jagung
Luckdown – Perkedel Kentang
Leadfoot – Oseng Buncis Ayam
Humble Bee – Jamur Crispy dan Onion Ring
Jetfighter – Oseng Tempe
Tentu saja kami para panitia tidak mau peserta hanya masak begitu-begitu
saja. Tidak ada tantangannya. Semua terasa hambar kalau tanpa tantangan, kan?
Akhirnya, semua bahan makanan yang sudah dibawa peserta kami kumpulkan, dan
kami bagi ke tiga meja utama, yakni meja Bahan Utama, meja Bumbu, dan meja
Sayuran. Seperti namanya, Pasar, peserta diberikan modal senilai seribu, dan
mereka harus mendapatkan bahan makanan untuk masakan mereka senilai modal yang
diberikan. Terlihat gampang?
“Kak, aku mau beli ini, ini, sama garam, harganya berapa, Kak?”
Aku tersenyum sambil berkata tenang. “Wah, kalau segitu banyak, tujuh
ratus!” Dan sungguh, ada rasa puas yang tak tergantikan ketika melihat wajah
mereka memelas meminta untuk diturunkan harganya. Ternyata seperti ini rasanya,
memang pengalaman itu tiada duanya, ya, HAHAHAHA *evil laugh*. Akhirnya setelah kesepakatan yang alot antara kami dan
peserta, ditetapkan harga dengan ketentuan yang berlaku. Tapi sungguh kuakui,
angkatan 2016 ini lebih berani dalam berekspresi. Mereka tak malu-malu
melakukan kegiatan yang diminta oleh panitia *tentunya masih dalam tahap
kewajaran yang normal, saudara-saudara*, bahkan dari situ kami bisa melihat
bakat-bakat baru yang lucu. Contohnya saja salah satu mahasiswa bernama Michael
Elim. Uwih, kalian harus melihat
ketika dia bergoyang. Yes, bergoyang!
Bayangkan kelenturan seorang balerina dipadukan dengan dangdutnya Indonesia. Yap, seperti itulah goyangannya *bisa
bayangkan, nggak*
Selain itu, juga ada lho, yang
berani gombal didepan Putri, alias si
Keamanan yang juteknya minta ampun.
Kalau dulu ketika Keamanannya masih kak Shannon, sepertinya belum tentu ada
yang berani gombal didepannya. Takut,
bro! Tapi angkatan 2016 ini berani.
Salut deh, buat kalian!
Akhirnya setelah keramaian Pasar mereda, waktunya memasak! Tapi jangan
bayangkan mereka memasak seperti di acara memasak televisi swasta. Takaran dan
jumlah bukan lagi menjadi prioritas, yang penting sesuai ingatan. “Seingetku
garamnya segini, deh,” atau “udah,
minyaknya kutuang, ya,” dan ternyata minyaknya kebanyakan sampai kita yang
melihat bingung itu makan masakan atau makan minyak. Tapi begitulah, kami kan, bukan mahasiswa jurusan memasak.
Bukan hasilnya, namun kebersamaannya. Sebab yang terpenting bukanlah hasil,
tapi bagaimana kita menjalaninya, bukan?
Setelah memasak selesai, waktunya makan! Seperti tradisi tahun lalu,
peserta diminta duduk melingkar setelah meletakkan masakan kelompok mereka
ditengah-tengah lingkaran. Setelah itu, satu-persatu mengambil makanan sesuai
dengan kemampuan mereka, dengan syarat harus mengambil setiap masakan yang ada.
Jelas dong, masa masakan teman sendiri nggak
dicicipi. Selesai, mereka tidak langsung memakan makanan yang ada didepan
mereka. Tahu kenapa?
“Oper piring kalian ke teman yang ada disebelah kanan kalian,”
WUHUU! Benar sekali! Makan malam ini adalah tradisi turun-temurun yang
ada di Pariwisata, yaitu Suap-suapan! Setiap peserta menyuapi teman yang ada
disebelah kirinya, sambil ia sendiri makan dari suapan teman sebelahnya. Aduh, romantis banget, ya? Panitianya
bagaimana? Yah, cuman bisa peluk tiang doang sambil melihat kelucuan peserta,
maklum masih sendiri…
Daripada kalian baper, aku
berbaik hati melanjutkan cerita ini ke acara selanjutnya. Tak berlama-lama
merasakan kebahagiaan, ketegangan mulai terasa ketika Keamanan berdiri didepan
sambil memegang mik. Waktunya evaluasi hasil nilai kelompok, kawan, alias
waktunya membuat daftar kesalahan peserta selama satu hari ini. Satu hal yang
membuatku cukup terkejut disini adalah, angkatan 2016 berani bertanya. Yes, bertanya! Satu persatu dari mereka
bertanya mengonfirmasi kesalahan yang sudah mereka lakukan, sampai yakin bahwa
itu memang benar kesalahan. Mengapa aku cukup terkejut karena bahkan angkatanku
tidak seberani angkatan 2016. Atau mungkin wibawanya berbeda, ya? *no offense kak Putri, ampun jangan rekap
aku* Tapi kembali, kalian angkatan 2016 emang
penuh kejutan. Seperti wanita, tak bisa ditebak. #eit
Setelah sesi menegangkan bersama Keamanan, acara terakhir adalah briefing untuk outbond keesokan harinya oleh Matrapala sebelum mereka semua
beranjak tidur. Dan hari yang panjang ini pun berakhir, malam pun menunjukkan
kesunyiannya,
EIT, MASIH ADA RAPAT EVALUASI!
Ah, benar sekali.
Percayalah teman-teman, ketika kalian diijinkan untuk tidur, gunakanlah
kesempatan tidur itu sebaik mungkin. Karena jauh dalam lubuk hati panitia
sangat ingin tidur, namun kewajiban masih mengikat kami. Tidur bagi kami
seperti gebetan, sangat ingin diraih namun susah karena masih terikat bayangan
mantan. #lhobaper
Tak banyak yang bisa kuceritakan soal rapat evaluasi, memangnya kalian
mau dengar evaluasi kami? Disinilah SC kami yang tercinta berperan,
mengevaluasi setiap kegiatan kami dari pagi hingga malam hari ini. Dan
disinilah kami, berusaha mendengarkan dengan sepenuh hati, sambil membayangkan
kapan bisa menutup mata beristirahat. Dan dari kedua kondisi tersebut, jadilah
momen-momen yang disebut ‘nggak
fokus’. Yes, dibilang apa, jawabnya
apa. Ditanya apa, responnya apa. Sepertinya tak perlu kusebutkan momen-momen
itu, ya, biarlah menjadi rahasia diantara kami hohoho…
Day 2 – 27 Juli 2016
Sebenarnya agak salah menyebutkan hari kedua mulai baris ini, karena
toh, kami tidur hanya dua jam saja. Benar sekali, dua jam saja. Rapat evaluasi
yang begitu larut dan briefing
panitia yang begitu pagi membuat jam tidur kami menyusut bagaikan kaca terkena
udara dingin. Begitulah panitia. Tapi biarkan aku memulai hari ini dengan
sepantasnya, oke?
“Tuttt… Tuttt…”
Bukan hanya alarm, namun udara dingin yang menusuk tak mau kalah
membangunkan kami. Dengan langkah gontai kami bangun, berjalan menuju pendopo
tempat briefing akan dilakukan. Tak
banyak briefing yang disampaikan,
selain berkoordinasi dengan Matrapala untuk mengantarkan penjaga pos ke tiap
pos yang sudah ditetapkan. Aku termasuk salah seorang penjaga pos berpasangan
dengan Marchel dan kak Dika, pimpinan Matrapala, di pos kelima yang bernama
Rambatan Dua Tali. Setelah briefing
selesai, kami langsung menuju pos yang bersangkutan.
Perlu kukatakan bahwa, sayang sekali aku tidak bisa menceritakan
bagaimana suasana outbond di pos
lainnya karena aku pun penjaga pos. Namun, bila kalian panitia ataupun peserta
yang membaca tulisan ini ingin menyumbangkan cerita kalian di pos yang kalian
datangi, feel free to share it. Nanti
cerita kalian bakal kutambahkan di cerita ini, dan siapa tahu kalian bisa lebih
eksis? Huahahaha…
Oke, jadi aku akan menceritakan pos yang kujaga, bernama Rambatan Dua
Tali. Sejujurnya, inti dari permainan ini adalah memindahkan slayer dari titik satu ke titik yang
sudah ditentukan. Barangsiapa tercepat, kelompok itulah yang menang. Eit, tapi jangan anggap mudah. Prosesnya
itu yang butuh perjuangan. Peserta diharuskan merambat di tali yang terikat
diantara dua pohon, mengambil slayer mereka,
lalu lari dan memanjat jaring-jaring sebelum akhirnya mencapai tempat yang
sudah ditentukan. Terlihat gampang? Percayalah, kata bisa menipu.
Beneran, deh. Satu ketika aku
mencoba memanjat melalui jaring-jaring yang ada, dan itu cukup susah. Perlu
keseimbangan dan kekuatan, karena untuk memanjat saja terasa berat. Ketika
akhirnya aku berhasil melewati jaring-jaring itu, bermenit-menit sudah berlalu.
Dilarang menghakimi sebelum mencoba sendiri, ya. Aku tahu apa yang ada
dipikiran kalian. Tapi memang aku cukup heran sih, (lagi-lagi) dengan peserta.
Beberapa dari mereka memanjat tanpa perlu kesusahan, tidak seperti ketika aku
mencoba sendiri. Sepertinya aku perlu menilik lagi teori Darwin, siapa tahu ada
benarnya? #janganserius
Nah, pos yang kujaga juga merupakan pos terakhir, sehingga ketika
peserta selesai, peserta dapat langsung membersihkan diri dan makan. Setelah
bersih dan kenyang, tibalah waktunya untuk kembali duduk mendengarkan sesi!
Sesi keempat dibawakan oleh Pak Rahmat, dilanjutkan dengan sesi kelima
yang dibawakan oleh kedua SC kita, yakni Adine Benedicta dan Stacia Marsheilla.
Namun, aku tidak mendengarkan ketika sesi itu berlangsung. Eit, bukan karena aku malas mendengarkan, tapi karena ternyata
lokasi inbound tidak bisa terpakai!
*apa hubungannya*
Perlu kalian ketahui, sebelum acara WGG LK berlangsung, aku dan beberapa
panitia sudah pergi survey ke MAL untuk menetapkan pos-pos yang akan digunakan
untuk inbound. Dan ternyata, terjadi
miskomunikasi yang membuat lokasi inbound
yang telah kami tetapkan tidak bisa terpakai, sehingga terpaksa kami harus
mencari lokasi baru H-1 sebelum acara berlangsung. Karena aku merupakan
penanggungjawab inbound, jadilah aku
dan Debby mencari tempat yang baru. Meskipun tempat yang dijadikan pos tak
sebagus tempat yang sudah ditetapkan, tapi aku tetap bersyukur masih ada tempat
yang cocok. Bersyukur senantiasa, kawan. Problem
solved!
Setelah sesi berlangsung, akhirnya acara yang ditunggu-tunggu sudah
tiba! Benar sekali, talent show!
*lempar bunga* Nah, penasaran, nggak
sih, para peserta menampilkan talent show
apa saja? Ini nih,
Optimist Prime – Jaka Tarub
Joizze – Legenda Candi Prambanan
Ratcheer – Malin Kundang
Friendzy – Keong Mas
Barricare – Cindelaras
Dynomic – Legenda Banyuwangi
Luckdown – Bawang Merah dan Bawang Putih
Leadfoot – Tangkuban Perahu
Humble Bee – Timun Mas
Jetfighter – Legenda Danau Toba
Cukup terhibur melihat penampilan mereka yang lucu. Salah satu yang
kuingat adalah bagaimana mereka mengubah ayam Cindelaras menjadi Pokemon Go.
Jadi, menyabung ayam diganti menjadi tarung Pokemon di Gym. Selain itu, ada
juga Legenda Candi Prambanan yang menarik perhatian. Bukan apa-apa, itu karena
peserta yang menjadi Bandung Bandawasa tiba-tiba berteriak ke penonton sambil
menunjuk,
“Kalian semua! Perhatikan drama ini, ya!”
Kontan kami semua kaget, dong. Apalagi diceritakan bahwa memang karakter
Bandung Bandawasa sangat otoriter, dan dia memainkannya dengan keren meskipun
dia cewek. Calon keamanan, nih #uwi
Akhirnya talent show drama pun
selesai. Sudah selesai? Belum, tenang saja, masih ada cover video, setelah pesan-pesan berikut ini.
Di negeri
antah-berantah, tersebutlah sebuah kerajaan besar bernama Wanderlust, yang
dipimpin oleh Raja Ander. Seperti cerita kerajaan pada umumnya, Raja mempunyai
seorang puteri yang sangat ia sayangi. Namun sayangnya, Sang Puteri sangatlah
misterius. Tak banyak informasi mengenai Sang Puteri dari Kerajaan Wanderlust,
selain berita mengenai kecantikannya yang luar biasa. Bahkan, tak seorangpun
mengetahui namanya selain Raja Ander sendiri.
Ketika Sang
Puteri beranjak dewasa, Raja Ander memutuskan sudah saatnya Sang Puteri
mendapatkan pendamping yang tepat. Raja mengundang sepuluh Kesatria terbaik
dari sepuluh kerajaan berbeda, dan berkata,
“Carilah Sang
Puteri, temukanlah namanya dan carilah ia. Yang terbaiklah yang akan meminang
Sang Puteri.”
Dan, dari
kesepuluh Kesatria, siapakah yang akan berhasil meminang Sang Puteri?
“Plok! Plok! Plok!”
WUHU! Tidakkah kalian pikir cerita itu keren? Legenda
Kesatria Bintang dan Puteri dari Kerajaan Wanderlust, bermula disini. Tidak
keren? Oke, selera kalian sepertinya harus ditingkatkan lagi. Karena hanya
orang berselera tinggi yang bilang bahwa cerita ini sungguh keren. Bukan
ceritanya yang tidak keren, kalian yang tidak keren. Kalianlah yang salah
HAHAHAHA #salahmaneh
Yap, itulah
briefing yang disampaikan untuk inbound
besok. Benar sekali, inbound kali ini
bukan hanya sebatas berkeliling mencari pos, namun para peserta harus
mengumpulkan petunjuk yang nantinya akan menjelaskan siapakah Sang Puteri dari
Kerajaan Wanderlust. Penasaran nggak, petunjuknya seperti apa? Kubocorkan, nih,
Langkah Awal
Inilah yang hendak kukatakan, wahai Kesatria
Sesungguhnya semua dimulai dari satu langkah awal
Apalah arti dari sebuah perjalanan tanpanya?
Ungkaplah kebenaran sejati, Kesatria
Relakanlah ia menuntunmu menuju jawabanmu karena
Awal selalu menjadi yang terpenting
Nah, seperti itulah petunjuk yang akan didapatkan
peserta ketika mereka berhasil mendatangi ketujuh pos yang ada. Bisa pecahkan, nggak? Kalau bisa, ya sudah, sih, kode
kan memang dibuat untuk dipecahkan, HAHAHA
Okay, back to
the topic. Setelah briefing
inbound, talent show pun dilanjutkan dengan cover video! Ya ampun, pecah deh, ruangan ketika satu persatu
kelompok maju menampilkan cover video-nya!
Apalagi ketika Michael Elim itu maju, wuahh,
goyangannya nggak tahan, bro! Bukan cuman Michael Elim, tapi juga
ada Joshua Lukas, bahkan Albertus Raymond ikut bergoyang! Yep, kalau kalian tidak tahu Albertus Raymond, monggo diketik di mbah Gugel, “Albertus Raymond Peraih UN
Tertinggi.” Benar sekali, ada anak peraih nilai UN tertinggi di Pariwisata!
Gendut, lucu, imut, ginuk-ginuk,
semua bisa kalian sematkan buat Raymond. Memang penampilannya yang lucu membuat
satu ruangan riuh ketika dia maju. Bayangkan ia yang lucu dan imut-imut seperti
itu, memakai kacamata hitam, bergoyang mengikuti lagu. Huahahaha.. memang
Raymond juara, deh. Raymond, we love you!
. . .
“Ini sampah! Kalian bisa dibilangi, nggak, sih? Mau
berapa kali lagi dibilangi?”
“Kalian tahu mana tempat sampah mana bukan, kan?”
“Ini lagi! Kesalahan yang sama diulangi dua kali!”
Memang, ya, terkadang kebahagiaan tidak berlangsung
lama. Dan mungkin seperti itulah yang dirasakan oleh peserta. Habis dibuat
senang, harus tegang lagi. Tapi memang seperti itulah dunia. Dunia tidak akan
membuatmu bersenang-senang dalam waktu yang lama. Namun kembali kepada kita,
karena sesungguhnya sukacita berasal dari dalam diri. Kitalah yang menentukan
perasaan kita, bukan dunia. Akankah perasaan kita diombang-ambingkan dunia,
ataukah kita memilih untuk menetapkan sendiri apa yang mau kita rasakan?
Okay, back to
the topic. Jadi seperti hari pertama, ini adalah evaluasi
perhitungan nilai kelompok. Masih ada sampah bertebaran, dibuktikan dengan
foto-foto yang sudah diambil oleh Keamanan. Heran juga, Keamanan ini jeli
sekali melihat sampah, bahkan sampah kecil pun terlihat dan muncul di foto.
Makanya, gaes, buanglah sampah pada
tempatnya, ya? Buang sampah di tempat sampah apa susahnya, sih? Ayo, budayakan buang
sampah. Tinggalkan wacana, jalankan rencana! Kami bukan berjanji, kami
menunjukkan bukti! Pilih kami! *sudah malam jadi agak koleng*
Setelah acara penuh ketegangan, seharusnya acara
selanjutnya adalah api unggun. Tapi sayang sekali, sepertinya malam itu Langit
sedang bersedih. Dan sepertinya kesedihannya sudah memuncak sehingga air
matanya pun jatuh membasahi Bumi. Wahai Langit, gundahkah engkau hingga air
matamu tumpah membasahi Bumi?
Akhirnya, kami pun berunding secara cepat untuk
mengganti acara api unggun menjadi acara dalam ruang yang tetap mempertahankan
esensi yang akan disampaikan. Peserta diminta untuk menuliskan ketakutan mereka
di selembar kertas, dan setelah itu mata mereka ditutup dengan slayer. Lampu dimatikan, hening
menguasai, sehingga hanya terdengar tetes air mata sang Langit. Hening, tak ada
suara selain rintik hujan. Dan ditengah keheningan itu,
“Aduh, aku besok ulangan Akuntansi. Tapi aku belum
belajar,”
“Nggak usah
belajar! Apa itu belajar! Nyontek
saja!”
“Tapi, masih ada waktu untuk belajar, apa sebaiknya
aku belajar saja, ya?”
“Belajarlah selagi kamu bisa,”
“Ngapain
kamu belajar?! Party aja!”
“Apa itu party?”
“Cih, party aja nggak tahu! Mending kita party, daripada belajar sama saja nggak lulus!”
“Penampilanmu itu jelek! Sepatu kamu itu sepatu yang
buat di sawah itu, kan!”
“Sebegitu jeleknya, ya?”
“Banget! Masa ke kampus pakai pakaian seperti itu!
Jelek!”
“Aku jadi takut ke kampus.. Aku jadi minder dengan
teman-teman,”
Ditengah keheningan itu, terdengar suara tiga orang
bersahut-sahutan. Yang satu terdengar bertanya-tanya penuh keraguan, yang satu
terdengar lembut, sedangkan satunya sangat mengintimidasi. Setelah beberapa
saat, kembali hening menguasai. Namun tak lama kemudian, dentingan gitar
terdengar beserta dengan suara seseorang,
“Seringkali, dalam kehidupan ini, kita menjumpai ketakutan-ketakutan.
Ketakutan tersebut, membuat kita tak mampu untuk meraih mimpi kita. Namun,
ingatlah teman-teman, masih ada Tuhan yang beserta kita, yang membantu kita
menghadapi ketakutan-ketakutan tersebut. Yang membuat kita mampu bangkit untuk
kembali meraih mimpi-mimpi itu,”
Tak lama, terdengar lagu Walau Ku Tak Dapat Melihat
milik Grezia Epiphania dinyanyikan. Lembut, halus, berpadu sempurna dengan
rintik hujan yang terdengar. Setelah menyanyikan lagu, kembali suara orang
tersebut terdengar,
“Sekarang, aku minta kalian buka mata kalian. Aku
minta bagi kalian yang ingin kembali mengejar mimpi kalian, bangkit berdiri dan
buang ketakutan kalian di satu titik cahaya disana. Buang ketakutan kalian,
kejar kembali mimpi-mimpi kalian,”
Dan kembali suara rintik hujan terdengar, berpadu
dengan kobaran api kecil yang melalap tiap ketakutan yang ada.
. . .
Wuah, gimana
teman-teman? Cukup khidmat, bukan? Memang, momen api unggun tidak bisa
terlaksana, namun menurutku sesi perenungan seperti tadi berjalan dengan sangat
lancar. Dan untuk itu, perlulah kita beri apresiasi kepada SC yang mau
bersusah-payah membantu dalam sesi perenungan ini, hingga membuat drama singkat
segala. Ce Adine yang super nyolot
ketika memerankan drama *dia yang bagian mengintimidasi*, Ce Bella yang jago
banget memimpin perenungan, dan Ce Stacia yang apik banget saat memerankan
orang yang penuh keraguan. Kalian memang luar biasa! *standing ovation*
Setelah selesai, tibalah saatnya menerbangkan
mimpi-mimpi ke angkasa. Langit berbaik hati, ia berhenti menangis untuk
menerima setiap mimpi dari anak manusia ini. Masih ada mimpi-mimpi yang tulus
dari dalam hati, pikir Sang Langit. Kami semua pun menyalakan lampion, dan
menerbangkannya satu persatu. Terbanglah mimpi, capailah angkasa setinggi
mungkin!
Well, sebenarnya
tidak semua lampion dapat terbang tinggi. Beberapa nyangkut di pohon, beberapa terbakar sehingga tidak bisa terbang.
Tapi tetap, tak menyurutkan harapan kami untuk menerbangkan setiap mimpi kami
ke angkasa, menitipkannya pada Sang Langit. Jagalah mimpi kami, Langit, karena
suatu saat, kami akan mengambilnya kembali. Pasti.
Akhirnya, setelah hari yang panjang ini, kami pun
bersiap untuk tidur dan menutup hari ini. Sampai berjumpa di hari esok!
Ahya, masih ada
rapat evaluasi. Tidak banyak yang bisa kuceritakan, karena (lagi-lagi) siapa,
sih, yang mau mendengarkan evaluasi kami? Kembali momen tidak fokus terjadi,
karena memang kami semua sudah lelah. Tapi ada yang lucu hari ini.
“Eh, eh, dengarkan aku. Aku mau main lagu Killer,”
“Hoii,
dengarkan, ya, siap-siap. Lagu Killer ini,”
“Oke, siap? Tak mainin lagunya,”
“Iya, Bram, ndang
main,”
Tang ting tung
teng, teng tung ting tang. *musik awal announcement
di bandara*
Dan, yes,
begitulah asal muasal nama Killer yang disematkan ke Bram. Maklum, mungkin
sudah lelah sehingga tingkat kesadarannya sudah menurun. Kami yang
mendengarnya, cuman bisa tertawa meringis penuh keprihatinan. Tapi tenang, kami
peduli denganmu, kok, Bram HAHAHAHA #teamKiller
Dan berakhirlah hari itu, ketika jam sudah menunjukkan
pukul 01:30. Dan kami harus bangun kembali pada pukul 04:00, karena masih ada briefing untuk inbound. Yeah,
bersyukurlah kalian para peserta masih dapat menikmati tidur yang nyenyak dan
nyaman. Tapi tetap aku bersyukur mengambil bagian dalam kepanitiaan ini, karena
kembali, pengalaman adalah guru terbaik #cieee
Day 3 – 28 Juli
2016
Udara dingin kembali menusuk ketika mata membuka,
menghempaskan kesadaran kembali ke realita. Mata masih memberontak ingin
menutup, tapi apa daya masih ada briefing
menunggu. Akhirnya kami semua bangun kembali, digerakkan oleh satu tujuan: briefing. Idih, kesannya briefing begitu berat, ya? Tapi
begitulah kira-kira yang kami rasakan. Meskipun lelah, tapi tidak ada rasa
penyesalan setitik pun, karena kembali, pengalaman adalah guru terbaik. #ciee
Akhirnya, inbound
pun dimulai! Sepuluh Kesatria Bintang, Antares, Aphelion, Cassiopeia, Centauri,
Cygnus, Hyades, Lyra, Orion, Perihelion, dan Zenith siap mencari Sang Puteri
dari Kerajaan Wanderlust!
Karena aku bertugas untuk mengontrol inbound, jadilah aku hanya berkeliling
tanpa menjaga pos apapun. Salah satu pos yang menurutku cukup lucu adalah pos
Padang Cobaan. Disini, seluruh peserta diminta berjejer sambil berjongkok.
Nantinya, penjaga pos akan menyebutkan angka, dan peserta diminta berdiri
sejumlah angka yang disebutkan. Misalnya, ada 5 peserta. Ketika penjaga
menyebutkan “3!” maka tiga orang pertama harus berdiri. Lalu untuk angka
selanjutnya, dimulai dari orang keempat. Nah, kalau mereka salah, siap-siap
disiram air dingin! Hihihi… Jangan kira airnya hangat, lho. Itu masih sekitar jam 7 pagi, ketika udara masih
dingin-dinginnya. Bayangkan pagi-pagi udah harus disiram air dingin. Brrrr…
Selain itu, ada juga pos Dapur Kerajaan. Seperti
namanya, kalian pasti sudah tahu, kan, apa yang bakal dilakukan di pos ini?
Benar sekali, makan-makan! Lucu juga melihat para peserta mengernyit ketika
mencoba salah satu jelly yang ada.
“YEK! Pahit’e!” Benar sekali, kawan,
itu adalah brotowali yang sudah dipadatkan menjadi jelly. Nikmatilah makanan kalian, ya HAHAHA…
Begitulah sekilas mengenai inbound yang kami lakukan. Aku tak akan bercerita banyak, karena di
hari ketiga ini masih ada acara puncak yang mengubah segalanya *ciee*. Apa itu?
Silahkan baca sampai habis, kawan.
Setelah inbound,
kami semua berkumpul di lapangan hijau. Untuk apa? Tentu saja untuk memulai
puncak acara permainan yang sudah menjadi tradisi, yaitu mega game! Mega game ini
adalah permainan versus yang
melibatkan dua kubu, yakni panitia dan peserta. Iya, memang tidak imbang sih,
tapi panitia kan, bisa curang. Namanya saja panitia. HAHAHA…
Untuk tahun ini, kami bermain dodge ball! Pada tahu nggak, dodge
ball itu apa? Daripada kalian bosan menyimak penjelasanku, monggo dicari dulu di Youtube seperti apa permainan dodge ball itu. Sudah mengerti? Langsung
saja!
“JER! KAMU RAJANYA! JANGAN MAJU-MAJU!”
“Awas belakang! Lindungi Jeremy!”
“EIT! Kena
tanah ya, tidak berkurang berarti nyawanya!”
Lempar-lemparan bola berlangsung seru. Karena jumlah
yang tidak imbang, akhirnya panitia memutuskan memakai nyawa. Setiap panitia
memiliki lima nyawa yang akan berkurang setiap kali mereka terkena bola.
Ditetapkan Raja pihak panitia adalah si ‘titi’ Jeremy, dan Raja pihak peserta
adalah Bejo yang jago nge-dance. Permainan
berlangsung seru, semua menahan napas ketika Jeal mengambil ancang-ancang untuk
melempar, tidak ada kesempatan bagi peserta untuk menghindar, DAN, LEMPAR!
“AHHHHH!
JEAL! KEJAUHANN!”
“AH, JEAL
JANGAN KAMU YANG LEMPAR LAGI, DEH!”
Teriakan kekecewaan dan kegembiraan terdengar
bersahutan. Kecewa karena Jeal melempar bolanya kejauhan, gembira karena tidak
ada peserta yang terkena bola. Menang ancang-ancang doang, eksekusi nol besar. Demikianlah Jeal, selalu #salahmaneh
kalau bersama kami. Salah maneh…
“Ayo, lempar aku!”
“JANGAN! Jangan lempari kakak yang itu! Dia udah mau
mati!”
Terkesan lucu, ya. Kalau bukan dalam kondisi bermain,
percakapan diatas pasti terdengar seperti orang yang ngebet mati dan orang yang tidak mau orang itu mati *jadi bingung*
Tapi itulah strategi kami. Kami mengorbankan Febry supaya ada orang yang berada
dibelakang area peserta, sehingga jangkauan lempar kami lebih banyak. Perlahan
satu persatu panitia yang dikorbankan gugur, membuat kami punya peluang untuk
melempar dari belakang. Siap-siap peserta, kami datang!
“ALAH, JEAL, KOK KEJAUHAN LAGI, SIH!”
“salah maneh…”
Sayang sekali, strategi tidak berjalan semestinya.
Kembali lemparan penuh semangat dari Jeal membuat kami kehilangan kesempatan.
Sepertinya dirimu nggak pernah nggak
salah, ya, Jeal? #lho
Akhirnya, permainan selesai! Dimenangkan oleh, hmm, ada pemenangnya? Entahlah, aku juga
tidak tahu. Sepertinya yang menang peserta, karena mereka masih lebih banyak
jumlahnya. Tapi tidak apa-apa, bukan menang kalahnya, tapi kebersamaannya, kan? Mendekatkan satu sama lain #ihik
Setelah permainan yang melelahkan tersebut, akhirnya
kami pun mandi dan membereskan barang-barang kami untuk bersiap-siap pulang.
Setelah selesai, kami kembali berkumpul di pendopo untuk makan dan mengikuti
satu sesi terakhir, yaitu sesi Sharing
Alumni bersama ko Budi. Tak lama setelah sesi selesai,
“Lihat ini,” *ada foto sampah*
“Lalu yang ini, di kamar cewek!” *foto sampah lagi*
“Kalian kembali mengulangi kesalahan yang sama tiga
hari! Nggak bisa dibilangin!”
“Kalian semua mau nggak
lulus? SAYA BISA NGGAK MELULUSKAN
KALIAN!”
“Lalu tadi pagi. Kalian disuruh kumpul jam berapa?
Kalian datang jam berapa? BERDIRI, YANG TERLAMBAT TADI PAGI!”
Ketegangan kembali memuncak ketika Putri maju
membawakan evaluasi. Sebagian besar peserta maju kedepan, menandakan hampir
semua terlambat, menyisakan hanya beberapa orang yang duduk.
“Sudah terlambat, buang sampah sembarangan, kalian
maunya gimana, sih? Kalian sudah
mahasiswa! Kalian mau nggak lulus
semua?!”
“Tidak, kak,” *terdengar sahutan yang terdengar
seperti gumaman*
“Lalu apa yang bisa kalian lakukan untuk menebus
kesalahan kalian?”
“JAWAB! SAYA BERTANYA UNTUK DIJAWAB!” sentak Putri.
“Kak,” *ambil nafas dalam* “Saya dan teman saya, tadi
kami semua keluar paling terakhir. Kami mengecek setiap sudut dan tempat untuk
memastikan bahwa tidak ada sampah yang tersisa. Tapi kami memang tidak melihat
sampah-sampah kecil seperti itu, untuk itu kami meminta maaf karena kami tidak
sadar ada sampah kecil seperti itu,”
“Oh, jadi kamu ingin bilang bahwa cuman kamu dan teman
kamu yang sadar, yang lainnya tidak sadar?!”
“Tidak, kak, saya berkata ‘kami’ bukan ‘saya’, karena
itu adalah kesalahan kami,”
“Oke, jadi kalian mau apa untuk mengganti kesalahan
kalian?”
“Enak’e yopo,
lho”
Terdengar satu sahutan. Putri hanya memandangnya
dengan sekilas,
“Enak’e yopo?
Kamu tidak diajarkan untuk berbahasa yang baik dan benar?”
“Enaknya bagaimana, lho,”
“Oh, begitu. SAYA TANYA MALAH BALIK BERTANYA!”
Akhirnya kembali terdengar sahutan dari pihak yang
berdiri,
“Kak, kami memang salah, kak. Kami tadi mengecek
setiap sudut dan tempat untuk memeriksa apakah ada sampah atau tidak. Ada kaus kaki, kami tanyakan
siapa pemiliknya. Tak ada yang mengaku, kami buang. Ada celana, kami tanyakan,
tak ada yang mengaku kami buang. Tapi kami memang tidak melihat sampah-sampah
kecil seperti itu, kami tidak teliti sampai hal kecil. Untuk itu, kami minta
maaf,”
“Kak,” *ambil nafas dalam lagi* “kami punya emosi,
kak,”
Terdengar isakan tertahan dari salah satu peserta.
Terlihat matanya sudah merah, menandakan ia berusaha mati-matian menahan air
matanya agar tidak tumpah.
“Apa kakak… Tidak pernah melakukan kesalahan?”
isaknya.
“Semua orang pasti pernah melakukan kesalahan. Tapi
kalian melakukan kesalahan yang sama berulang kali. Sudah berkali-kali saya
ingatkan,” jawab Putri.
Dan peserta tersebut pun terdiam.
“Bagaimana, panitia? Layak nggak, mereka diluluskan?”
tanya Putri.
“NGGAK!” jawab panitia serempak.
“Ehm, apa
tidak sebaiknya mereka diluluskan saja, kan kasihan?” sahut Debby.
“Mereka ini tidak bisa dibilangi lho, kak! Masih saja
buang sampah sembarangan, bagaimana bisa diluluskan!” ketus Putri.
“Tapi, kan, kasihan…” kata Debby lagi.
“Di tempat orang lain saja tidak bisa menjaga
lingkungan, bagaimana bisa menjaga rumah sendiri nanti!” jawab Putri.
Akhirnya semua terdiam. Setelah keheningan yang terasa
seperti berabad-abad, akhirnya Putri kembali bersuara,
“Kalian tahu kesalahan kalian yang paling fatal apa?”
“JAWAB! SAYA BERTANYA UNTUK DIJAWAB!”
“Nggak, kak,” *gumaman tidak yakin*
“Yakin? Kalau ada buktinya bagaimana?” *gumam lagi
tidak jelas*
“Yakin tidak tahu kesalahan kalian yang paling fatal
apa?!”
“Nggak, kak,”
Setelah menit-menit penuh ketegangan diisi oleh
keheningan, akhirnya suara Putri kembali terdengar,
“Kalian tahu?”
“Kesalahan kalian paling fatal itu, kalian percaya
kalau kami semua marah,”
“PLOK! PLOK! PLOK! PLOK! PLOK!”
Suara tepuk tangan segera mencairkan suasana yang
tadinya penuh ketegangan. Semua panitia bertepuk tangan sambil tersenyum
simpul. Wajah peserta yang tadinya penuh ketegangan, perlahan mencair sambil
berusaha memahami apa yang terjadi. Kembali terdengar suara Putri, namun dalam
nada yang biasa,
“Congratulations
guys, kalian semua lulus! Selamat, yaa!” Sahut Putri sambil menenangkan
peserta yang tadinya terisak. Senyum kembali terukir di wajah peserta, sungguh
akhir yang berbahagia.
. . .
Wah, gimana
dramanya? Benar sekali, evaluasi hari ketiga tadi adalah drama yang memang
disengaja oleh panitia untuk peserta. Memang sih, awalnya terkesan penuh dengan
ketegangan, tapi kelegaan yang terasa setelahnya itu, lho, nggak tergantikan oleh apapun juga. Drama itu juga yang
menjadi akhir dari topeng yang dikenakan Keamanan. Sejak saat itu, Putri (yang
memang aslinya nggak galak sama
sekali) menunjukkan sifat aslinya. Ia bahkan malu-malu saat ditunjuk maju
kedepan sebagai panitia terjahat. “Maafkan, tuntutan pekerjaan, teman-teman,”
sahutnya malu. Beberapa reaksi yang kutangkap memang wajar, seperti
“Ya ampun, kak Putri bisa ketawa!” *ya jelas, dia
manusia*
“Ya ampun mujizat sekali kak Putri bisa tersenyum sama
ketawa!” *lebay kamu*
Akhirnya, kebersamaan yang ada terasa lebih nyata
sebelumnya, karena entah kenapa ketegangan tersebut bukannya memperbesar tembok
pemisah antara kami, namun justru merobohkannya sehingga kini tak ada lagi
jarak antara kami. Hmm, kalau begitu, apakah ketegangan berpengaruh pada tingkat
kedekatan? Mungkin itulah resep awet suatu hubungan. Bertengkar diperlukan,
agar setelah melewati masa ketegangan itu, kedekatannya bisa lebih terasa lagi.
Bahkan, lebih dekat dari sebelumnya. #cieee #jadibaper
Setelah itu, kami pun pergi ke lapangan untuk
berfoto-foto ria, sebelum akhirnya kami pulang untuk mengakhiri rangkaian acara
WGG LK 2016 ini. Ini bukanlah perpisahan, namun awal dari perjalanan kita
bersama menempuh mimpi. Terima kasih kepada kalian yang sudah bersama membantu
dalam pelaksanaan WGG LK ini, tempat kalian khusus di hati *ciee*. Terima kasih
pula kepada kalian, para peserta yang sudah mau dibimbing selama tiga hari
bersama kami. Banyak kesalahan, banyak terjadi kesalahpahaman, namun biarlah
itu menjadi pelajaran bagi kita semua. Dan terakhir, terima kasih pada kalian
yang sudah membaca ceritaku hingga kalimat ini. Sungguh jarang melihat orang
tahan membaca hingga baris ini, sehingga aku sangat bersyukur kalau masih ada
yang membaca hingga habis. Tak ada yang sempurna didunia ini, begitupun tulisan
ini. Maafkan bila ada salah kata, karena aku pun tetap masih dalam proses
belajar aksara. Demikian ceritaku untuk WGG LK kali ini, selamat bertemu dilain
kesempatan!
Yang mau kepo-kepo, monggo, sekalian di follow #eh
No comments:
Post a Comment