Hai, semua! Kembali lagi dengan Romie
disini, setelah cukup lama aku tidak muncul karena masih sibuk dengan kegiatan
orientasi di universitas. Maklum, mahasiswa baru gitu #cieee..
Nah, kali ini aku akan menceritakan
kembali sebuah cerita inspiratif yang pernah kudengar. Cerita ini sudah cukup
lama beredar. Mungkin beberapa diantara kalian sudah pernah mendengar cerita
ini, ataupun melihatnya di halaman blog
milik orang lain. Namun, disini aku akan mengemas ulang cerita tersebut dengan
gaya bahasaku sendiri, tentu saja dengan jalan cerita yang sama seperti
aslinya. So, tunggu apa lagi? Check it out!
Di suatu desa, hiduplah seorang guru besar
bernama Confusius. Seluruh penduduk desa sangat menghormati Confusius karena ia
terkenal sangat bijaksana, dan mampu menyelesaikan setiap masalah dengan baik.
Confusius memiliki seorang murid yang amat ia sayangi, bernama Yan Hui. Yan Hui
sangat suka belajar dan sifatnya baik. Kemanapun Confusius pergi, Yan Hui
selalu setia mengikutinya.
Suatu hari, Yan Hui sedang berjalan-jalan
disebuah pasar. Ketika sedang melihat-lihat, terdengarlah keributan dari
kejauhan. Penasaran, akhirnya Yan Hui pun pergi mendekati tempat tersebut untuk
melihat apa yang terjadi. Sampai ditempat tersebut, Yan Hui mengamati ada
seorang penjual kain dan pembeli yang sedang berdebat mengenai suatu hal. Yan
Hui pun mendekat untuk mendengarkan apa yang sedang mereka perdebatkan.
“Delapan dikali tiga, hasilnya 23!” Sahut
sang pembeli kain sedikit ngotot. Tak mau kalah, sang penjual pun menyahut,
“Bagaimana bisa delapan dikali tiga hasilnya 23? Tentu saja delapan dikali tiga
hasilnya adalah 24!” Sahutnya tak kalah keras.
Melihat hal tersebut, Yan Hui pun datang dan
berbicara pada sang pembeli kain,
“Pak, penjual ini benar. Delapan kali tiga
hasilnya 24, tidak perlu diperdebatkan”
Sang pembeli kain menatap Yan Hui dengan
tatapan tidak senang. “Siapa kamu? Hanya Confusius lah yang berhak mengatakan
pendapatku salah atau benar” Sahutnya kemudian.
Akhirnya Yan Hui pun membalas, “Seandainya
Confusius mengatakan bahwa pendapatmu salah, apa yang akan kau berikan?”
“Akan kuberikan kepalaku. Namun
sebaliknya, bila pendapatmu yang salah, apa yang akan kau berikan?” Balas sang
pembeli kain.
“Kalau begitu, akan kupertaruhkan
jabatanku ini,” sahut Yan Hui.
Keduanya sepakat untuk bertaruh, maka
pergilah kedua orang tersebut menemui Confusius dan menceritakan duduk
permasalahannya. Ketika Confusius mendengar hal tersebut, Confusius hanya
tertawa kecil dan berkata,
“Muridku, memang benar bahwa delapan
dikali tiga hasilnya adalah 23. Sekarang, serahkan jabatanmu kepadanya.”
Kaget mendengar penuturan gurunya, Yan Hui
pun terdiam. Meskipun hatinya tidak sependapat dengan gurunya, Yan Hui sangat
menghormati Confusius dan tidak akan pernah berdebat dengan gurunya. Akhirnya,
tanpa berkata sepatah kata pun Yan Hui melepaskan topinya, dan menyerahkan
jabatannya. Sang pembeli kain itu pun mengambil topi Yan Hui dan berlalu dengan
tersenyum puas.
Selepas pembeli kain itu pergi, Yan Hui
menggerutu didalam hati karena ia tidak setuju dengan Confusius. Guruku ini
sudah tua dan pikun, sehingga ia tidak mampu lagi berpikir dengan bijaksana.
Aku tidak mau lagi berguru padanya, gerutu Yan Hui dalam hati.
Akhirnya Yan Hui pun meminta cuti dengan
alasan keluarga. Confusius yang mengetahui isi hati Yan Hui akhirnya
memperbolehkannya pergi, dan menyuruhnya cepat kembali ketika urusannya sudah
selesai. Confusius memberikannya dua nasehat sebelum ia pergi
“Muridku, janganlah berteduh dibawah pohon
ketika hujan lebat. Dan, janganlah membunuh.”
Akhirnya Yan Hui pun pergi setelah
menerima nasehat dari gurunya.
Hari sudah menjelang malam ketika dalam
perjalanannya turun hujan lebat disertai angin kencang. Yan Hui segera melihat
sekeliling untuk mencari tempat berteduh, dan pandangannya jatuh pada sebuah
pohon yang cukup rindang. Ia pun segera berlari menuju kebawah pohon tersebut,
namun tiba-tiba dalam hatinya terlintas nasehat Confusius, “Jangan berteduh
dibawah pohon ketika hujan lebat.”
Akhirnya, ia mengurungkan niatnya dan
berbalik kembali untuk mencari tempat berteduh yang lain. Belum lama ia
berjalan, terdengar suara petir, dan tumbanglah pohon tersebut terkena sambaran
petir. Terkejutlah Yan Hui, dan dalam hati bersyukur karena nasehat gurunya terbukti
dan menyelamatkannya.
Setelah hujan reda, Yan Hui pun kembali
berjalan sambil berpikir, akankah aku membunuh? Batinnya.
Malam sudah larut ketika akhirnya ia
sampai dirumahnya. Ia berjalan pelan-pelan menuju kamarnya. Karena tak ingin
membangunkan istrinya, ia menggunakan pedangnya untuk membuka kamarnya. Begitu
masuk, ia meraba ranjang didepannya. Dan kagetlah ia mendapati bahwa ada dua
orang yang berada di ranjang tersebut. Dengan marah ia menghunuskan pedangnya
hendak membunuh orang yang tidur disamping istrinya, ketika sekali lagi nasehat
gurunya terngiang, “Jangan membunuh.”
Sambil meredakan emosinya, Yan Hui
menyarungkan kembali pedangnya serta menyalakan lilin yang ada disampingnya.
Ternyata, dapat terlihat bahwa yang tidur disamping istrinya adalah adik
istrinya. Kembali Yan Hui bersyukur dalam hati, karena sekali lagi nasehat
gurunya sangat berguna dan terbukti benar.
Besoknya, Yan Hui segera menemui gurunya.
Begitu sampai didepan gurunya, Yan Hui segera berlutut dan berkata,
“Guru, bagaimana bisa engkau meramalkan
apa yang akan terjadi kepadaku kemarin? Nasehatmu sungguh terbukti”
“Muridku, cuaca kemarin
sangatlah kering, sehingga diperkirakan akan terjadi hujan petir sesudahnya.
Maka, kuperingatkan kau agar jangan berteduh dibawah pohon, karena itu sangat
membahayakan nyawamu. Dan, kemarin kamu pergi dengan amarah dan pedang
ditanganmu, maka dari itu kuperingatkan agar janganlah engkau membunuh” Sahut
Confusius.
“Sebenarnya, aku juga mengetahui bahwa
kamu tidak pergi untuk urusan keluarga. Kamu pergi, karena kamu tidak
sependapat dengan apa yang aku katakan, bukan? Kamu menganggap bahwa aku sudah
tua dan pikun sehingga kamu tak ingin lagi belajar dariku. Namun, coba
pikirkanlah.”
“Ketika aku mengatakan bahwa delapan
dikali tiga sama dengan 23, kamu hanya akan kehilangan jabatanmu. Namun ketika
aku mengatakan bahwa delapan dikali tiga sama dengan 24, maka hilanglah nyawa
si penjual kain. Nyawa dan jabatan, mana yang akan kamu prioritaskan?”
“Seringkali kita bertaruh, dan memenangkan
hal yang kita anggap sebagai kebenaran, namun kenyataannya kita kehilangan hal
yang jauh lebih penting. Jangan sampai kita menyesal karena kita salah
mempertaruhkan hal yang kita anggap sebagai kebenaran tersebut, karena
sebenarnya banyak hal yang seharusnya tidak perlu dipertaruhkan. Mengalah
sedikit, dan yang kita dapat adalah kebaikan bagi semua orang.”
Mendengar penuturan dari Confusius. Yu
hanya terdiam. Akhirnya, ia berkata, “Guru mementingkan yang utama, sedangkan
Yan Hui malah marah dan menganggap Guru sudah tua dan pikun. Yan Hui
benar-benar malu”
Akhirnya sejak saat itu, Yan Hui kembali
mengikuti Confusius kemanapun ia pergi. Dan, kebijaksanaan Confusius semakin
tersebar dimana-mana…
No comments:
Post a Comment