Tuesday, August 4, 2015

8 x 3 = 23



Hai, semua! Kembali lagi dengan Romie disini, setelah cukup lama aku tidak muncul karena masih sibuk dengan kegiatan orientasi di universitas. Maklum, mahasiswa baru gitu #cieee..

Nah, kali ini aku akan menceritakan kembali sebuah cerita inspiratif yang pernah kudengar. Cerita ini sudah cukup lama beredar. Mungkin beberapa diantara kalian sudah pernah mendengar cerita ini, ataupun melihatnya di halaman blog milik orang lain. Namun, disini aku akan mengemas ulang cerita tersebut dengan gaya bahasaku sendiri, tentu saja dengan jalan cerita yang sama seperti aslinya. So, tunggu apa lagi? Check it out!

. . .

Di suatu desa, hiduplah seorang guru besar bernama Confusius. Seluruh penduduk desa sangat menghormati Confusius karena ia terkenal sangat bijaksana, dan mampu menyelesaikan setiap masalah dengan baik. Confusius memiliki seorang murid yang amat ia sayangi, bernama Yan Hui. Yan Hui sangat suka belajar dan sifatnya baik. Kemanapun Confusius pergi, Yan Hui selalu setia mengikutinya.

Suatu hari, Yan Hui sedang berjalan-jalan disebuah pasar. Ketika sedang melihat-lihat, terdengarlah keributan dari kejauhan. Penasaran, akhirnya Yan Hui pun pergi mendekati tempat tersebut untuk melihat apa yang terjadi. Sampai ditempat tersebut, Yan Hui mengamati ada seorang penjual kain dan pembeli yang sedang berdebat mengenai suatu hal. Yan Hui pun mendekat untuk mendengarkan apa yang sedang mereka perdebatkan.

“Delapan dikali tiga, hasilnya 23!” Sahut sang pembeli kain sedikit ngotot. Tak mau kalah, sang penjual pun menyahut, “Bagaimana bisa delapan dikali tiga hasilnya 23? Tentu saja delapan dikali tiga hasilnya adalah 24!” Sahutnya tak kalah keras.

Melihat hal tersebut, Yan Hui pun datang dan berbicara pada sang pembeli kain,
“Pak, penjual ini benar. Delapan kali tiga hasilnya 24, tidak perlu diperdebatkan”

Sang pembeli kain menatap Yan Hui dengan tatapan tidak senang. “Siapa kamu? Hanya Confusius lah yang berhak mengatakan pendapatku salah atau benar” Sahutnya kemudian.

Akhirnya Yan Hui pun membalas, “Seandainya Confusius mengatakan bahwa pendapatmu salah, apa yang akan kau berikan?”

“Akan kuberikan kepalaku. Namun sebaliknya, bila pendapatmu yang salah, apa yang akan kau berikan?” Balas sang pembeli kain.

“Kalau begitu, akan kupertaruhkan jabatanku ini,” sahut Yan Hui.

Keduanya sepakat untuk bertaruh, maka pergilah kedua orang tersebut menemui Confusius dan menceritakan duduk permasalahannya. Ketika Confusius mendengar hal tersebut, Confusius hanya tertawa kecil dan berkata,

“Muridku, memang benar bahwa delapan dikali tiga hasilnya adalah 23. Sekarang, serahkan jabatanmu kepadanya.”

Kaget mendengar penuturan gurunya, Yan Hui pun terdiam. Meskipun hatinya tidak sependapat dengan gurunya, Yan Hui sangat menghormati Confusius dan tidak akan pernah berdebat dengan gurunya. Akhirnya, tanpa berkata sepatah kata pun Yan Hui melepaskan topinya, dan menyerahkan jabatannya. Sang pembeli kain itu pun mengambil topi Yan Hui dan berlalu dengan tersenyum puas.

Selepas pembeli kain itu pergi, Yan Hui menggerutu didalam hati karena ia tidak setuju dengan Confusius. Guruku ini sudah tua dan pikun, sehingga ia tidak mampu lagi berpikir dengan bijaksana. Aku tidak mau lagi berguru padanya, gerutu Yan Hui dalam hati.

Akhirnya Yan Hui pun meminta cuti dengan alasan keluarga. Confusius yang mengetahui isi hati Yan Hui akhirnya memperbolehkannya pergi, dan menyuruhnya cepat kembali ketika urusannya sudah selesai. Confusius memberikannya dua nasehat sebelum ia pergi

“Muridku, janganlah berteduh dibawah pohon ketika hujan lebat. Dan, janganlah membunuh.”

Akhirnya Yan Hui pun pergi setelah menerima nasehat dari gurunya.

Hari sudah menjelang malam ketika dalam perjalanannya turun hujan lebat disertai angin kencang. Yan Hui segera melihat sekeliling untuk mencari tempat berteduh, dan pandangannya jatuh pada sebuah pohon yang cukup rindang. Ia pun segera berlari menuju kebawah pohon tersebut, namun tiba-tiba dalam hatinya terlintas nasehat Confusius, “Jangan berteduh dibawah pohon ketika hujan lebat.”

Akhirnya, ia mengurungkan niatnya dan berbalik kembali untuk mencari tempat berteduh yang lain. Belum lama ia berjalan, terdengar suara petir, dan tumbanglah pohon tersebut terkena sambaran petir. Terkejutlah Yan Hui, dan dalam hati bersyukur karena nasehat gurunya terbukti dan menyelamatkannya.

Setelah hujan reda, Yan Hui pun kembali berjalan sambil berpikir, akankah aku membunuh? Batinnya.

Malam sudah larut ketika akhirnya ia sampai dirumahnya. Ia berjalan pelan-pelan menuju kamarnya. Karena tak ingin membangunkan istrinya, ia menggunakan pedangnya untuk membuka kamarnya. Begitu masuk, ia meraba ranjang didepannya. Dan kagetlah ia mendapati bahwa ada dua orang yang berada di ranjang tersebut. Dengan marah ia menghunuskan pedangnya hendak membunuh orang yang tidur disamping istrinya, ketika sekali lagi nasehat gurunya terngiang, “Jangan membunuh.”

Sambil meredakan emosinya, Yan Hui menyarungkan kembali pedangnya serta menyalakan lilin yang ada disampingnya. Ternyata, dapat terlihat bahwa yang tidur disamping istrinya adalah adik istrinya. Kembali Yan Hui bersyukur dalam hati, karena sekali lagi nasehat gurunya sangat berguna dan terbukti benar.

Besoknya, Yan Hui segera menemui gurunya. Begitu sampai didepan gurunya, Yan Hui segera berlutut dan berkata,
“Guru, bagaimana bisa engkau meramalkan apa yang akan terjadi kepadaku kemarin? Nasehatmu sungguh terbukti”

“Muridku, cuaca kemarin sangatlah kering, sehingga diperkirakan akan terjadi hujan petir sesudahnya. Maka, kuperingatkan kau agar jangan berteduh dibawah pohon, karena itu sangat membahayakan nyawamu. Dan, kemarin kamu pergi dengan amarah dan pedang ditanganmu, maka dari itu kuperingatkan agar janganlah engkau membunuh” Sahut Confusius.

“Sebenarnya, aku juga mengetahui bahwa kamu tidak pergi untuk urusan keluarga. Kamu pergi, karena kamu tidak sependapat dengan apa yang aku katakan, bukan? Kamu menganggap bahwa aku sudah tua dan pikun sehingga kamu tak ingin lagi belajar dariku. Namun, coba pikirkanlah.”

“Ketika aku mengatakan bahwa delapan dikali tiga sama dengan 23, kamu hanya akan kehilangan jabatanmu. Namun ketika aku mengatakan bahwa delapan dikali tiga sama dengan 24, maka hilanglah nyawa si penjual kain. Nyawa dan jabatan, mana yang akan kamu prioritaskan?”

“Seringkali kita bertaruh, dan memenangkan hal yang kita anggap sebagai kebenaran, namun kenyataannya kita kehilangan hal yang jauh lebih penting. Jangan sampai kita menyesal karena kita salah mempertaruhkan hal yang kita anggap sebagai kebenaran tersebut, karena sebenarnya banyak hal yang seharusnya tidak perlu dipertaruhkan. Mengalah sedikit, dan yang kita dapat adalah kebaikan bagi semua orang.”

Mendengar penuturan dari Confusius. Yu hanya terdiam. Akhirnya, ia berkata, “Guru mementingkan yang utama, sedangkan Yan Hui malah marah dan menganggap Guru sudah tua dan pikun. Yan Hui benar-benar malu”

Akhirnya sejak saat itu, Yan Hui kembali mengikuti Confusius kemanapun ia pergi. Dan, kebijaksanaan Confusius semakin tersebar dimana-mana…

No comments:

Post a Comment